Tata Cara Penggunaan Dana Desa
Saat
ini terdapat kurang lebih 81.616 desa di Indonesia. Pada hakikatnya penduduk
Indonesia tinggal di desa. Desa mendapat pengakuan yang tinggi dalam kedudukan
dan pendanaannya. Terlebih setelah keluarnya UU nomor 6 tahun 2014 tentang
desa. Janji pemerintah “1 desa 1 milyar” telah menjadi kenyataan. Namun dari
berita bagus ini, muncul satu permasalahan. Sebagian dari angka diatas pasti
digunakan untuk pengadaan barang dan jasa yang dibutuhkan di desa. Nah,
bagaimanakah tata cara pengadaan barang dan jasa di desa? Apakah harus
mengikuti aturan yang ada di Perpres 54 tahun 2010? Apakah harus semuanya
dilakukan dengan cara swakelola?
Desa dan Keuangan Desa
Desa
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Desa memiliki kewenangan
yang meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa,
pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan
masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat
istiadat desa.
Sebagai
sebuah kesatuan masyarakat hukum, desa -selayaknya negara- juga mengelola
keuangan desa. Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat
dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Dalam mengelola
keuangannya, desa memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) yaitu
rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama
oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa dan ditetapkan dengan
peraturan desa.
Sumber
pendapatan desa terdiri atas pendapatan asli desa, bagi hasil pajak daerah dan
retribusi daerah kabupaten/kota, bagian dari dana perimbangan keuangan pusat
dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota, alokasi anggaran dari APBN,
bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota, serta hibah dan
sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga. Bantuan keuangan dari APBD
Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota kepada desa diberikan sesuai dengan kemampuan
keuangan pemerintah daerah yang bersangkutan. Bantuan tersebut diarahkan untuk
percepatan pembangunan desa. Sumber pendapatan lain yang dapat diusahakan oleh
desa berasal dari Badan Usaha Milik Desa, pengelolaan pasar desa, pengelolaan
kawasan wisata skala desa, pengelolaan tambang mineral bukan logam dan tambang
batuan dengan tidak menggunakan alat berat, serta sumber lainnya dan tidak
untuk dijualbelikan.
Pengadaan Barang/jasa di Desa
Berdasarkan
Peraturan Kepala LKPP nomor 12 tahun 2019, Pengadaan barang dan jasa di desa
yang pembiayaannya beRsumber dari APBDes tidak mengikuti aturan dalam Perpres 12
tAHUN 2021. Jika Perpres 12/2021 mengatakan bahwa pengadan barang dan jasa
dilaksanakan dengan dua cara yaitu melalui penyedia dan swakelola, maka pengadaan
barang dan jasa di desa pada prinsipnya dilakukan secara swakelola dengan
aturan sebagai berikut:
1. memaksimalkan
penggunaaan material/bahan dari wilayah setempat
2. dilaksanakan
secara gotong royong dengan melibatkan partisipasi masyarakat setempat
3. untuk
memperluas kesempatan kerja
4. untuk
pemberdayaan masyarakat setempat
Namun,
ternyata tidak semua pengadaan barang/ jasa di desa dilaksanakan secara
swakelola. Jika dalam proses pengadaan tersebut ada yang tidak dapat
dilaksanakan secara swakelola, baik sebagian maupun keseluruhan, dapat
dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa yang dianggap mampu.
Prinsip Pengadaan Barang/Jasa di Desa
Dibandingkan
dengan Perpres 16/2018 serta 12/2021, prinsip pengadaan barang/ jasa di desa
sedikit berbeda. Hal ini tentu saja menyesuaikan dengan kondisi sosial
masyarakat di desa.
Berdasarkan
Peraturan Kepala LKPP nomor 12 tahun Prinsip PBJ Desa 2019 adalah
1. Efisein
2. efektif
3. transparan
4. Terbuka
5. Pemberdayaan
masyarakat
6. Gotong
Royong
7. Bersaing
8. Adil
9. Akuntabel
Sedangkan Etika dalam Pengadaan Barang/Jasa
desa adalah:
1. melaksanakan
tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran,
kelancaran, dan ketepatan tujuan Pengadaan;
2. bekerja
secara profesional, mandiri, dan menjaga kerahasiaan informasi yang menurut
sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan Pengadaan;
3. tidak
saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat
persaingan usaha tidak sehat;
4. menerima
dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan
kesepakatan tertulis pihak yang terkait;
5. menghindari
dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang terkait, baik
secara langsung maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan usaha tidak
sehat dalam Pengadaan;
6. menghindari
dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan desa;
7. menghindari
dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi; dan
8. tidak
menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima
hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada siapapun yang
diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan.
Jika
dalam pengadan barang/jasa secara umum memerlukan ULP/Pejabat pengadaan, maka
khusus untuk pengadaan barang/ jasa di desa memerlukan Tim Pengelola Kegiatan
(TPK) yaitu tim yang ditetapkan oleh Kepala Desa dengan surat keputusan,
terdiri dari unsur pemerintah desa dan unsur lembaga kemasyarakatan desa untuk
melaksanakan pengadaan barang/jasa. TPK inilah yang akan melaksanakan kegiatan
pengadaan barang/jasa melalui swakelola, yang meliputi kegiatan persiapan,
pelaksanaan, pengawasan, penyerahan, pelaporan dan pertangungjawaban hasil
pekerjaan. Walaupun secara garis besar PBJ desa dilaksanakan dengan swakelola,
namun jika dalam kegaian tersebut membutuhkan material dan peralatan yang
mendukung pelaksanaan swakelola atau untuk memenuhi kebutuhan barang/ jasa
secara langsung, maka tetap harus menggunakan penyedia.
Misalnya:
kegiatan membangun gorong-gorong di lingkungan desa. Kegiatan membangun
gorong-gorongnya itu adalah swakelola, namun dalam pengadaan material, tukang
batu, tukang kayu tetap memerlukan penyedia.
Walaupun
tidak ada PPK atau ULP, namun tugas-tugas pengadaan dilaksanaan oleh TPK. Tugas
TPK dalam proses pengadaan antara lain :
1. menyusun
RAB
2. menyusun
spesifikasi teknis barang/jasa jika diperlukan
3. melaksanakan
pembelian / pengadaan
4. memeriksa
penawaran
5. melakukan
negosiasi (tawar menawar)
6. menandatangani
surat perjanjian (ketua TPK)
7. melakukan
perubahan ruang lingkup pekerjaan
8. melaporkan
kemajuan pelaksanaan pengadaan kepada kepala desa
9. menyerahkan
hasil pekerjaan setelah selesai 100% kepada kepala desa
Pelaksanaan Pengadaan
Pengadaan
barang/jasa melalui swakelola dilakukan oleh TPK. Khusus untuk konstruksi, maka
dipilih salah satu anggota TPK sebagai penanggung jawab teknis pelaksanaan
pekerjaan yang dianggap mampu dan mengetahui teknis pekerjaan. Untuk pengadaan
barang/jasa melalui penyedia, ketentuan yang berlaku sebagai berikut:
a.
Pengadaan barang/jasa dengan nilai sampai dengan Rp 50.000.000,00.
TPK
membeli barang/jasa kepada satu penyedia tanpa permintaan penawaran tertulis
dari TPK dan tanpa penawaran tertulis dari penyedia. TPK kemudian melakukan
tawar menawar untuk mendapatkan harga yang lebih murah dan akhirnya mendapatkan
bukti transaksi untuk dan atas nama TPK
b.
Pengadaan barang/jasa dengan nilai diatas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp
200.000.000,00.
TPK
membeli barang/jasa kepada satu penyedia dengan cara meminta penawaran tertulis
dari penyedia dilampiri dengan daftar barang/jasa. Penyedia menyampaian
penawaran tertulis yang berisi daftar barang/jasa. TPK kemudian melakukan tawar
menawar untuk mendapatkan harga yang lebih murah dan akhirnya mendapatkan bukti
transaksi untuk dan atas nama TPK
c.
Pengadaan barang/jasa dengan nilai diatas Rp 200.000.000,00.
TPK
mengundang dan meminta dua penawaran tertulis dari dua penyedia yang berbeda
dilampiri dengan daftar barang/jasa dan spesifikasi teknisnya. Penyedia
menyampaikan penawaran tertulis berisi daftar barang/jasa dan harga. TPK menilai
spesifikasi teknis dari kedua calon penyedia tersebut. Jika keduanya memenuhi
spesifikasi teknis, maka dilakukan tawar menawar secara bersamaan.
Namun
jika hanya satu yang memenuhi spesifikasi teknis, dilanjutkan dengan tawar
menawar kepada penyedia yang memenuhi spesifikasi teknis tersebut. Namun jika
keduanya tidak memenuhi spesifikasi teknis, maka proses akan diulang dari awal.
Hasil negosiasi tersebut dituangkan dalam surat perjanjian.
Peraturan Yang Berlaku
Pengadaan
barang/jasa di desa tidak harus tunduk kepada peraturan LKPP diatas. Justru
setiap daerah memiliki kekhususan dan situasi yang berbeda sehingga tidak bisa
dipukul rata aturan mainnya, baik itu prosedur, batasan nilai, metode pemilihan
penyedia (jika menggunakan metode ini).
Setiap
kabupaten/ kota diharuskan untuk membuat aturan tersendiri tentang pengadaan
barang/jasa di daerahnya. Peraturan Kepala LKPP adalah pedoman umum dan bupati
atau walikota dapat membuat sendiri aturan yang sesuai dengan kondisi sosial
budaya setempat. Namun beberapa aturan kepala daerah yang penulis temui,
subtansinya sama dengan aturan kepala LKPP tersebut. Misalnya :
1. Peraturan
Bupati Kuningan Nomor 72 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengadaan Barang/ Jasa di
Desa, tanggal 15 September 2020 . Substansinya sama dengan peraturan LKPP namun
ditambahkan contoh penawaran pengadaan barang/jasa yang dibuat oleh TPK kepada
penyedia, contoh penawaran yang dibuat oleh penyedia barang/ jasa, contoh
Berita Acara Negosiasi/ klarifikasi, contoh surat perjanjian kerja sama antara
TPK dan penyedia barang/ jasa
2. Peraturan
Bupati Sukabumi Nomor 4 Tahun 2021 Nomor
40 tahun 2014 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang/ Jasa di Desa,.
Substansinya sama dengan peraturan LKPP
3. Peraturan
Bupati Bandung Barat Nomor 5 Tahun 2020, tentang Tata Cara Pengadaan
Barang/Jasa di Desa.
Penutup
Pengadaan
barang/jasa di desa perlu diatur dengan aturan yang mendetail, mengingat aturan
itulah yang akan dipakai oleh segenap pelaku pengadaan di desa. Termasuk contoh
formulir-formulir dan berkas yang akan digunakan. Hal ini akan menimbulkan
kepastian sehingga tidak banyak pertanyaan.
Kesimpulannya,
Pengadaan
barang/ jasa di desa dapat dilaksanakan lebih fleksibel dibandingkan dengan
pengadaan pada umumnya. Dengan semangat gotong royong dan kekeluargaan,
pengadaan dapat dilaksanakan secara swakelola. Namun tetap dimungkinkan untuk
hal-hal tertentu tetap memerlukan penyedia barang/jasa. Pengadaan jujur,
profesional dan berintegritas
Penulis
adalah fasilitator dan praktisi PBJ yang bertugas di BPSDM provinsi Jawa Barat
Komentar
Posting Komentar