Kampanye Pemilu 2024
Oleh
Budy Hermawan
Memasuki
tahun 2024, agenda pemilihan umum tengah menghadapi masa puncak persaingan
politik dari para kontestan pemilu. Awal Januari ini diprediksi suhu politik
makin meninggi di tengah makin dekatnya hari pemungutan suara. Suhu politik yang memanas itu merujuk pada
dimulainya masa kampanye yang mulai menggunakan iklan dan rapat umum. Meskipun
di lapangan saling tebar pesona dari para kontestan pemilu sudah ada, iklan
kampanye secara resmi belum dimulai. Kampanye melalui iklan baru mulai 21
Januari 2024 hingga 10 Februari 2024.
Jika
merujuk pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang
Kampanye Pemilihan Umum, iklan kampanye pemilu dapat dilakukan oleh peserta
pemilu di media massa cetak, media daring, media sosial, dan lembaga penyiaran,
baik dalam bentuk iklan komersial maupun iklan layanan untuk masyarakat. Aturan
iklan kampanye pemilu sendiri diatur di Pasal 39-45. Di Pasal 42, misalnya,
diatur ketentuan bahwa media massa cetak, media daring, dan media sosial wajib
memberikan kesempatan yang sama kepada peserta pemilu dalam pemuatan dan
penayangan iklan kampanye pemilu. Di
luar terkait iklan, secara faktual, jauh sebelum masa kampanye melalui iklan
ini dimulai, konten-konten terkait pasangan capres dan cawapres sudah
meramaikan jagat informasi publik, terutama melalui media sosial. Survei tatap
muka Litbang Kompas periode Desember 2023 merekam bagaimana media sosial
menjadi rujukan bagi responden untuk mengikuti informasi terkait pemilu. Sebanyak 29,4 persen responden dalam survei
tersebut menyatakan mengakses media sosial untuk mengikuti perkembangan
berita-berita atau informasi terkait Pemilu 2024. Angka ini jauh lebih tinggi dari akses
responden terhadap media cetak, media daring, ataupun televisi. Intensitas
penggunaan media sosial juga lumayan. Setidaknya sebanyak 11 persen responden
mengaku mengonsumsi konten pemilu di media sosial setidaknya sekali dalam
sehari.
Tingginya
kecenderungan responden menggunakan media sosial untuk mengonsumsi informasi
dan berita-berita Pemilu 2024 ini tidak lepas dari gejala masyarakat kita yang
sudah mulai mengarah pada model masyarakat digital. Manuel Castells (2004),
seorang tokoh pengkaji perkembangan teknologi informasi, menyebutkan,
masyarakat digital adalah masyarakat yang memiliki kebutuhan cukup tinggi
terhadap informasi.
Masyarakat ini hidup di tengah situasi masifnya penggunaan teknologi digital dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam pelayanan publik, aktivitas ekonomi, dan kesehatan. Castells juga menyebutkan, masyarakat ini terbentuk karena perubahan pola interaksi dari secara langsung menjadi interaksi tidak langsung. Indonesia sudah mulai masuk dalam kategori masyarakat digital ini. Merujuk laporan We Are Social, jumlah pengguna internet di Indonesia telah mencapai 212,9 juta orang per Januari 2023. Jumlah ini setara 77 persen dari total populasi Indonesia yang sebanyak 276,4 juta orang di periode yang sama. Jumlah pengguna internet di Tanah Air ini naik 5,44 persen dibandingkan Januari 2022. Sumber yang sama juga menyebutkan, dari total populasi masyarakat Indonesia yang mencapai 276,4 juta, sebanyak 353,8 juta penduduknya terkoneksi dengan gawai. Artinya, banyak penduduk Indonesia yang memakai telepon pintar lebih dari satu. Tingkat penggunaan internet dalam gawainya juga relatif lebih panjang durasinya, yakni 7 jam 42 menit per hari.
Tingginya
akses terhadap media sosial di satu sisi, dan di sisi yang lain kampanye sudah
mulai akan memasuki tahapan penggunaan iklan, pada akhirnya eskalasi politik
berpelung meningkat. Padahal, sebelum dimulai iklan kampanye, eskalasi dan
ketegangan di media sosial, terutama antarpendukung capres dan cawapres, sudah
mulai menghangat tensinya. Apalagi, kondisi ini dipicu dengan agenda debat
capres-cawapres yang sudah berlangsung selama dua kali beberapa waktu lalu.
Berbagai konten positif ataupun negatif muncul mengiringi dinamika pascadebat
tersebut. Dengan tiga debat yang akan digelar di sisa masa kampanye ke depan,
eskalasi ketegangan politik berpeluang kembali terjadi sampai menjelang masa
akhir kampanye nanti. Di sisi lain, fenomena hoaks berpeluang menjadi hal yang
biasa terjadi di masa kampanye tersebut. Dengan eskalasi politik yang
meningkat, hoaks pun diprediksi akan menjalar lebih intens di media sosial.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menemukan, ada 96 hoaks
terkait Pemilu 2024. Jumlah ini tersebar dalam 355 konten di berbagai media
sosial selama periode 17 Juli-26 November 2023. Jika dilihat sebarannya, pada
Juli-November 2023 konten hoaks pemilu paling banyak ditemukan di Facebook (312
konten). Sebanyak 274 konten telah diputus aksesnya dan 38 konten sedang
ditindaklanjuti. Kemudian di Tiktok (21 konten), Youtube (17 konten), Twitter/X
3 konten, dan Snackvideo 2 konten.
Kemkominfo
juga mengajak keterlibatan masyarakat untuk berpartisipasi menjaga iklim
kampanye pemilu tanpa hoaks. Untuk itu, masyarakat bisa melaporkan jika
menemukan konten hoaks ke Kemkominfo melalui kanal Aduankonten.id, atau ke
Bawaslu melalui Jarimuawasipemilu.bawaslu.go.id.
Memasuki kurang dari dua
bulan masa kampanye jelang pemungutan suara pada 14 Februari 2024 nanti,
keterlibatan publik menjadi dalam menjaga iklim kampanye yang lebih kondusif
menjadi penting dilakukan. Memasuki tahapan kampanye dengan rapat terbuka dan
iklan di media, tentu semua pihak berharap tidak malah membuka ketegangan
(baru) di tengah masyarakat. Tentu membutuhkan keterlibatan semua pemangku
kepentingan, terutama pada semua kontestan pemilu untuk berkomitmen menjadikan
pemilu ini sebagai momentum pendidikan politik, tidak semata sebagai ajang
kontestasi politik.
Pada
akhirnya, masa puncak kampanye dengan model rapat umum dan iklan tentu
membutuhkan perhatian lebih dengan tetap menjaga kohesivitas sosial yang
menjadi tumpuan agar kontestasi politik tidak melahirkan kerawanan di tengah
masyarakat.
Bandung, 5 Januari 2024
Komentar
Posting Komentar