Cerita ringan tentang kelas PBJ di Hotel Kedaton, Bandung

 Cerita ringan tentang kelas PBJ di Hotel Kedaton, Bandung

Bandung, rabu pagi hari ini hujan sejak shubuh, Udara dingin menggigit lembut, dan saya tahu ini akan jadi hari yang panjang tapi bermakna. Hotel Kedaton, tempat pelatihan PBJ Level 1 digelar hari ini, menyambut dengan suasana nyaman dan senyum ramah dari tim penyelenggara. Ruangan sudah rapi, layar sudah menyala, dan aroma kopi hitam menyusup dari sudut ruangan. Kombinasi yang pas untuk memulai sesi serius tapi santai.

Hari ini, saya dipercaya memfasilitasi pelatihan PBJ Level 1, khusus membahas tiga materi krusial: Pengelolaan Kontrak, Swakelola, dan Rantai Pasok. Peserta yang hadir berjumlah 23 orang, dengan latar belakang yang menarik:

a)       Dinas Kesehatan Kota Bandung

b)       PDAM Kota Cirebon

c)       Kementerian Perdagangan

d)       PT Bukit Pembangkit

e)       Dinas Kesehatan Kab Garut

f)        Badan Siber dan Sandi Negara

Tujuan utama pelatihan ini jelas dan tegas:

"Mempersiapkan peserta untuk menghadapi uji kompetensi Level 1 dan lulus dengan hasil terbaik."

Jadi, ini bukan sekadar duduk, dengar, dan mengangguk. Hari ini harus jadi momentum untuk mengasah pemahaman, menajamkan logika PBJ, dan memastikan bahwa ketika ujian tiba, para peserta sudah siap tempur, bukan siap tepar.

Sesi Pertama: Kontrak Bukan Sekadar Kertas

Saya buka sesi dengan pertanyaan ringan tapi menggigit:

"Siapa yang pernah tanda tangan kontrak, tapi nggak benar-benar baca isinya?"

Beberapa tertawa malu-malu. Yang lainnya diam dengan senyum kecut—mungkin mengingat kejadian pahit. Inilah pintu masuk kami ke bahasan Kontrak dalam PBJ.

Saya tekankan bahwa dalam uji kompetensi, soal tentang kontrak bisa muncul dari berbagai sisi—jenis kontrak, tanggung jawab para pihak, hingga mitigasi risiko. Maka peserta harus paham bukan hanya definisinya, tapi juga filosofi dan aplikasinya.

Kami bahas kontrak lump sum, harga satuan, gabungan, sampai tahun jamak. Saya sengaja beri studi kasus sederhana tapi relevan. Misalnya:

"PPK mengadakan jasa pelatihan selama 3 bulan, sistem pembayaran bagaimana? Tipe kontraknya apa?"

Diskusi langsung mengalir. Peserta dari PDAM Cirebon mengangkat pengalaman mereka soal kontrak proyek jaringan. Yang dari Kementerian Perdagangan menimpali soal kontrak jasa konsultan asing. Tak hanya belajar dari saya, peserta juga saling memperkaya.

Diskusi mulai hangat saat kami masuk ke pembahasan tentang adendum kontrak. Saya menjelaskan bahwa adendum bukan barang haram dalam PBJ, tapi ia harus dilakukan berdasarkan alasan yang sah, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan—baik dari sisi teknis, administrasi, maupun keuangan.


Lalu, salah satu peserta dari PDAM Kota Cirebon mengangkat tangan. Dengan nada ingin tahu tapi tetap sopan, ia bertanya:

“Pak, apakah adendum kontrak itu bisa dilakukan lebih dari satu kali?”

Saya tersenyum dan menjawab:

“Pertanyaan bagus, Pak. Dan jawabannya: bisa. Adendum bisa dilakukan lebih dari satu kali, selama setiap perubahan memenuhi ketentuan dalam Perpres dan tidak mengubah total ruang lingkup pekerjaan yang telah disepakati dalam kontrak awal.”

Saya lanjutkan dengan memberi contoh:

“Misalnya, adendum pertama dilakukan untuk memperpanjang waktu karena faktor cuaca ekstrem. Kemudian muncul kebutuhan untuk mengubah spesifikasi alat akibat barang yang sudah tidak diproduksi lagi—itu bisa menjadi dasar adendum kedua. Yang penting, setiap adendum harus didokumentasikan dengan benar, disetujui para pihak, dan tidak bertentangan dengan prinsip efisiensi dan akuntabilitas.”

Peserta lain langsung mencatat. Beberapa mengangguk. Saya tahu ini topik yang sering bikin ragu-ragu di lapangan, apalagi saat audit datang.

Saya beri tips tambahan:

“Kalau nanti di ujian muncul soal seperti ini, ingat: frekuensi adendum tidak dibatasi secara eksplisit, tapi substansinya yang diuji. Apakah masih dalam ruang lingkup awal? Apakah tidak merugikan negara? Itu kuncinya.”

Setelah itu, suasana diskusi semakin cair. Pertanyaan demi pertanyaan mulai berdatangan, dan saya senang melihat peserta tidak sekadar menerima materi, tapi mulai mengaitkan dengan kasus nyata yang mereka alami di instansi masing-masing.

 

 Saya akhiri sesi ini dengan tips:

"Saat ujian nanti, soal kontrak biasanya menjebak di terminologi dan logika hubungan hukum. Jadi kuncinya: pahami, bukan hafalkan."

Sesi Kedua: Swakelola—Bukan Jalan Pintas, Tapi Jalan Strategis

Setelah kopi dan snack pengganjal lapar, kami masuk ke sesi kedua: Swakelola.

Banyak peserta awalnya menganggap swakelola itu "opsi darurat kalau gagal lelang". Tapi saya luruskan bahwa swakelola adalah strategi pelaksanaan yang sah, legal, dan efektif, khususnya bila dikelola dengan baik.

Saya jelaskan empat tipe swakelola sesuai regulasi terbaru. Untuk menguji pemahaman, saya lempar studi kasus:

"Puskesmas ingin mengadakan pelatihan kader Posyandu bekerja sama dengan LSM. Swakelola tipe berapa?"

Peserta dari Dinas Kesehatan langsung semangat. Diskusi jadi lebih hidup karena mereka memang bersentuhan langsung dengan situasi serupa.

Saya dorong peserta untuk tidak hanya paham konsep, tapi juga mengerti kapan dan bagaimana swakelola bisa digunakan. Uji kompetensi nanti akan menguji pada aspek penentuan tipe, kelengkapan dokumen, hingga tanggung jawab PA/KPA.

Tips saya:

"Kalau ujian, jangan terkecoh sama kata ‘gotong royong’ atau ‘kerja sama’. Pastikan Anda bisa mengidentifikasi swakelola secara sistematis, bukan asumsi."

Sesi Ketiga: Merangkai Logika Rantai Pasok

Sesi setelah makan siang: Rantai Pasok (Supply Chain) dalam PBJ.

Topik ini mungkin terdengar teknis, tapi sebenarnya sangat dekat dengan realitas lapangan. Saya mulai dengan penjelasan singkat tentang pengertian Rantai Pasok, Manajemen Rantai Pasok hingga hubungan Rantai Pasok dengan Pengelolaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang menggambarkan proses distribusi logistik pengadaan bantuan bencana. Dari perencana hingga penyedia—semua terhubung dalam satu ekosistem.

Saya tekankan bahwa dalam PBJ, rantai pasok bukan hanya soal "barang datang tepat waktu", tapi juga efisiensi, ketelusuran, dan mitigasi risiko gangguan pasokan.

Peserta dari PDAM mengangkat contoh keterlambatan pipa akibat cuaca buruk di pelabuhan. Yang dari Kementerian Perdagangan membahas pengadaan barang impor saat nilai tukar rupiah berfluktuasi. Diskusi ini membuat peserta makin paham bahwa pengadaan itu bukan hanya administratif, tapi juga logistik dan strategi.

Saya sampaikan bahwa dalam uji kompetensi, soal rantai pasok sering muncul dalam konteks perencanaan, manajemen risiko, dan pengendalian pelaksanaan kontrak.

Kata kunci saya:

“Traceability, reliability, and agility—tiga hal yang harus Anda pahami kalau ingin lulus dengan nilai tinggi di materi rantai pasok.”

Simulasi Mini dan Refleksi

Untuk menguatkan materi, saya buat simulasi Latihan soal / Try Out melalui aplikasi Quiziz sebanyak 60 dan 100 soal sebagai simulasi dalam rangka persiapan ujian kompetensi bagi para peserta soal pilihan ganda. Peserta menjawab secara individu, lalu kita bahas bersama. Di sini saya melihat siapa yang sudah paham, siapa yang masih kebingungan, dan siapa yang butuh penguatan khusus.

Refleksi terakhir saya minta semua peserta menuliskan satu hal yang akan mereka pelajari lagi malam ini sebelum pelatihan hari berikutnya. Jawaban mereka beragam, tapi sebagian besar menjawab: jenis-jenis kontrak dan swakelola tipe III—dua topik yang memang sering menjebak di soal ujian.

Saya ingatkan mereka:

“Ujian PBJ Level 1 itu bukan soal hafal angka Perpres, tapi soal logika, pemahaman, dan ketelitian membaca soal.”

Penutup: Lulus Bukan Cuma Impian

Jam 17.05, pelatihan selesai. wajah-wajah yang tadi tegang kini mulai cerah. Saya senang bukan hanya karena materi tersampaikan, tapi karena semangat belajar mereka terasa nyata.

Saya tutup dengan pesan:

“Pelatihan ini bukan sekadar formalitas. Ini adalah jalan menuju profesionalisme dalam PBJ. Uji kompetensi bukan sekadar lulus, tapi tentang membuktikan bahwa Anda layak disebut SDM unggul pengadaan.”

Kami foto bersama. Sebagian masih megang modul, sebagian pegang kopi, tapi semua tersenyum. Momen ini bukan akhir, tapi awal perjalanan mereka menuju sertifikasi PBJ yang bermartabat.


Bandung, 21 Mei 2025

 

Komentar