Cerita Perjalanan: Dari Antapani ke Cipayung—Misi Bubur dan Dinas Negara

 Cerita Perjalanan: Dari Antapani ke Cipayung—Misi Bubur dan Dinas Negara


Pukul 04.05 pagi. Antapani masih setengah tidur, kecuali satu mobil HRV hitam yang mendadak menjadi saksi perjalanan dinas paling heroik pagi itu. Penunggangnya? Tentu saja saya, Budy Hermawan,Msi Widyaiswara yang rela berangkat sebelum ayam jantan menyentuh snooze alarm-nya. Misi kali ini: menjadi penguji 8 pejabat pengawas PKP Kota Depok Angkatan I, alias mantan eselon IV yang sekarang naik kelas tapi tetap harus diuji sebelum jadi "Jenderal."

Modal saya? Sepotong Roti tawar dari rumah yang dilapisi telur ceplok—kudapan sakral sarapan dinas. Dalam hitungan detik, roti itu sudah hilang ditelan gelapnya pagi. Kopi segelas ? cukup menjadi suplemen. Tapi tekad? Mendidih!

 

Trek Petualangan: Antapani – Puncak – Cipayung

Jalanan masih sepi, hanya truk-truk sayur dan sesekali bus AKAP yang berkabut. Lewat Jalan Jakarta – Supratman – Pasteur -Padalarang – Cianjur – Cipanas – dan akhirnya menyusuri jalur Puncak, yang pagi itu tidak hanya indah, tapi juga... tertib! Ya, jalanan Puncak sekarang tidak lagi semrawut seperti drama sinetron 700 episode. Trotoar rapi, tidak ada parkir liar, dan taman-taman dipenuhi bunga segar, bukan tumpukan plastik bekas wisatawan.

Semua ini tentu berkat "Bapak Aing", Gubernur Jawa Barat tercinta, yang dengan gayanya yang khas dan kebijakan yang tajam, berhasil menata ulang kawasan Puncak. Kini, jalanan di Puncak tak lagi hanya untuk pacaran atau selfie dadakan. Ia telah kembali pada fungsinya: kawasan konservasi air dan tanah, seperti yang diperintahkan oleh Keppres No. 114 Tahun 1999. Dan tentu saja, ini juga tak lepas dari program Pemerintah Kabupaten Bogor yang serius menata Puncak dengan semangat lestari dan estetis.

Di antara program yang paling terasa adalah:

  • Rehabilitasi kawasan lindung seperti Megamendung dan Cisarua
  • Penataan kembali kawasan permukiman dan usaha ilegal
  • Pengembangan pariwisata ramah lingkungan dan edukatif
  • Dan tentu saja: pengendalian pembangunan agar tidak kebablasan seperti kolesterol usai lebaran.

 

Checkpoint Bubur Cianjur

Tepat pukul 07.15 saya sampai di sekitar Hotel Bahtera, Cipayung, Bogor. Perut mulai demo. Dan seperti dituntun oleh GPS spiritual, mata saya terpaku pada spanduk sederhana bertuliskan “Bubur Ayam Cianjur – Tambah Kacang, Boleh!”. Duduk di bangku plastik, saya menyendokkan suapan pertama sambil menatap pegunungan di kejauhan, mencoba merefleksikan hidup.

Kenapa bubur ini enak sekali? Apakah karena saya kelaparan? Atau karena perjalanan ini bukan sekadar perjalanan dinas, tapi juga spiritual? Entahlah. Tapi yang jelas, kacangnya kriuk, ayamnya royal, dan sambalnya—aduhai—mampu membangkitkan semangat menguji pejabat!

 

Misi PKP: Ujian Bukan Sekadar Formalitas

Setelah sarapan, saya pun masuk ke arena utama: Hotel Bahtera, tempat para pejabat pengawas yang sedang digembleng mengikuti Pendidikan Kepemimpinan Pengawas (PKP). Delapan orang peserta, mantan eselon IV yang kini siap naik ke level berikutnya.

Mereka tampak gugup—mungkin karena tahu pengujinya adalah saya, atau mungkin karena sarapan mereka tidak seenak sarapan bubur saya. Tapi suasana mencair ketika saya melempar humor ringan:
"Tenang, Bapak/Ibu… saya hanya menguji, bukan mencabut SK."
Tawa pun pecah, dan sesi ujian berjalan lancar.

Yang menarik, banyak dari mereka menyampaikan inovasi pelayanan publik yang relevan dan berdampak. Bahkan ada yang ingin mengusulkan digitalisasi pengelolaan Dashboard Anggaran berbasis Integrasi Data APBD Kota. Saya bilang, “Kalau nanti jadi, jangan lupa undang  Coach waktu launching ya. Minimal traktir kopi.”

 

Epilog: Puncak Harapan dan Bubur yang Menginspirasi

Perjalanan dari Antapani ke Cipayung pagi ini bukan sekadar soal dinas. Ia adalah tentang bagaimana sebuah daerah bisa berubah ketika ada kemauan, kebijakan, dan cinta lingkungan. Penataan kawasan Puncak oleh Pemkab Bogor dan Pemprov Jabar adalah contoh nyata bahwa jika ditata dengan benar, bahkan daerah paling "macet dan penuh vila liar" pun bisa kembali menjadi kawasan konservasi dan wisata edukatif yang membanggakan.

Dan tentu saja, jangan remehkan kekuatan sarapan: sepotong roti telur ceplok bisa jadi bahan bakar untuk mendobrak jarak 160 km. Dan semangkuk bubur Cianjur bisa jadi simbol bahwa setelah jalan panjang, ada kenikmatan kecil yang menanti—asal kita mau berangkat lebih pagi.

 

Pantun Semangat Pagi

Pagi cerah mentari bersinar,
Burung berkicau riang bernyanyi.
ASN tangguh penuh semangat membakar,
Membangun negeri sepenuh hati

 

#Ke pasar pagi membeli ikan,
Disambut senyum penjual roti.
ASN maju dengan keteladanan,
Menjadi abdi yang penuh integritas dan hati.


Cipayung, 28 Mei 2025

Komentar

Posting Komentar