Ngabret Ring of Priangan”: Turing Dadakan Tapi Berkesan

 Ngabret Ring of Priangan”: Turing Dadakan Tapi Berkesan


"Eh Bud, besok kosong nggak? Kita gaskeun motoran!"
Pesan WhatsApp dari Pa Mumuh masuk sekitar pukul 16.45 hari Selasa, 11 Juni. Saya yang sedang menyeruput kopi sore di ruang tamu sambil buka laptop langsung tersenyum. Kebetulan memang, jadwal pelatihan sedang kosong, hanya ada bimbingan singkat untuk peserta PKA terkait Rencana Aksi Perubahan dan webinar ASN besok paginya.

"Kosong, Pak! Pagi ada bimbingan dlu sebentar. Setelah itu? Ayooo!"
Saha wae Pa Ustad anu bade gabung turing besok ? tanya-ku,,,,

wahh,, anu sanes mah pada berhalangan eung,,,urang dua-an wae nya,,,kumaha saur na ?

OK, jawab-ku semangattt,,,,
Rasanya badan juga butuh diajak jalan, setelah seminggu penuh berkutat dengan Zoom dan dokumen modul. Maka, turing dadakan ini pun langsung diatur rutenya—dan seperti biasa, Pa Mumuh selalu punya rute yang "anti mainstream".

 

Start dari Bandung

Pagi Rabu, 12 Juni, udara Bandung sejuk dengan langit cerah. Pukul 08.16 WIB, saya sudah menggeber si PCX hitam kesayangan, bertemu dengan Pa Mumuh di Alfamart Damri Gedebage. Beliau juga sudah siap dengan motornya, lengkap dengan helm retro dan jaket kulit yang khas.

"Langsung Jatinangor, kita ambil jalur bawah. Lewat Sumedang kota. Sarapan di Palasari," kata Pa Mumuh sambil merapikan sarung tangannya.

Saya angguk. "Gaskeun!"

 

Jalur Jatinangor - Sumedang Kota: Menikmati Lekuk Lembah

Rute Jatinangor-Sumedang selalu punya pesona. Aspalnya mulus, dengan pemandangan hijau khas perbukitan. Kami melaju santai, kadang berhenti sebentar hanya untuk mengambil foto atau sekadar mengendurkan otot.

Sesampainya di kota Sumedang sekitar pukul 09.30, kami langsung mengarah ke RM Palasari.

"Udah lama nggak makan lepet di sini," kata Pa Mumuh sambil memesan.

Di atas meja, tersaji lepet hangat, sambal tomat yang menggoda, dan secangkir kopi hitam yang aroma-nya menampar hidung dengan nikmat. Kami menikmati santapan itu dengan obrolan ringan.

"Sebenarnya lepet ini mirip lemper ya, tapi lebih jujur," kata saya bercanda.


"Ya, dia nggak malu-maluin. Di dalamnya ada isinya, bukan cuma harapan palsu," timpal Pa Mumuh sambil tertawa kecil. Obrolan pun makin hangat, lalu pa mumuh membuka HP dan menghubungi dokter Aep,, beliau adalah alumni PKA tahun lalu, dan saat ini sebagai salah satu Kabid di RSUD Kab Sumedang. Mang Bud,,,nanti kita ambil jalur tanjungkerta dan mampir ke rumah dokter Aep yh,,,,sambil ikut sholat lohor,,,Siappp,,kata ku

Setelah selesai nahu dan ngopi plus lepet, di RM palasari, kami pun bergerak ke arah cimalaka – tanjungkerta …

 

Tanjungkerta – Kasomalang – Cibodas: Lezatnya Ayam Kampung dan Jalanan Bergelombang

Sekitar pukul 11.15 kami kembali tancap gas. Jalur menuju Tanjungkerta cukup menantang, tapi aspalnya relatif baik. Pemandangan sawah dan bukit jadi hiburan visual tersendiri. Sesekali, ada kambing melintas seenaknya di tengah jalan.

"Liat tuh, yang satu lewat, yang lain ngikut. Kayak peserta diklat kalau liat satu orang izin duluan," celetuk saya.

Pa Mumuh terkekeh. "Bedanya yang ini nggak perlu surat tugas."

Pukul 11.45, kami sampai Klinik Dania,, rumah kediaman dokter Aep di tanjungkerta. Rumah yang sangat asri dilengkapi dengan kolam ikan ,,,klinik nya Bersatu di area rumahnya yang luas. Assalamualaikum,,,,,sapa dokter Aep ke kami berdua,,,Kumaha kabarna Dok,,sapa ku,,,alhamdulillah baik jawabnya,,,mani awis tepang nya,,

wahhh pa Bud masih kuat nya turing…? Saur dokter Aep,,,,Wahhh ieu mah cakeut dok,,,,

setelah sholat lohor dilanjutkan dg sholat ashar di mushola klinik Dania , kami ngopi Kembali disertai ngobrol ringan dengan dokter AEp,,,

Dok,,kumaha kabarna dokter Enceng ?,,,,alhamdulillah baik pak sahut nya…

Dokter Enceng adalah Bos dari dr Aep,,,Direktur RSUD Sumedang, yang tahun 2022 adalah coachi saya waktu beliau mengikuti PKA di Cipageran.

Setelah ngobrol ngalor ngidul, dokter Aep nagajak kami berdua makan siang di salah satu rumah makan di tanjungkerta. Pa Bud,,, bade tuang di mana ?,,,pengkolan jati atau Bu Een, tanyanya…

Wah dok,,klo pengkolan jati aku pernah kesana sama keluarga,,,namun berhubung ngantri,,batal dan makan di RM sebelahnya,,,hehhe..malas ach klo ngantri lagi mah,,,,

Ok,,klo begitu kita di Warung Bakakak Ayam Kampung "Bilqis" milik Ma Een di Cibodas. Tempat sederhana, tapi aroma ayam bakarnya mantappp... dan tentunya tidak akan ngantri seperti dipengkolan jati.

Jauh dok ? tanyaku,,,hanya 1 km aj jaraknya…Ok klo gitu…Gaskeuuun

Kami bertiga pun mulai bergerak keluar rumah dengan motor,,,diperjalanan dokter Aep, menjemput dlu istrinya,,,seorang dokter Dewi yg bertugas di Puskesmas sukamantri. Hanya sekitar 10 menit rombongan sampai di rm Ma Een, yang berada di Tengah sawah,,,dan terlihat cukup ramai oleh para pengnjung yg sedang menyantap siang bakakak ayam kampung.

Ternyata Bu dokter Dewi telah memesan terlebih dahulu ayam bakarnya,,,terbukti begitu sampai di rumah makan,,, telah tersaji bakakak ayam, tempe mendoan, baby fish serta lalaban dan lainnya diatas meja…

Pa Budi hoyong dewegan ? saur Dokter Dewi,,,,wahhh,, cocok pisan dok,,,namun begitu di confirm ke pelayanan,,,,habis dok dewegannya,,,,,,hikkks

Apa atuh gantinya Pa Bud saur nya,,,apa aja yg ada dok,,,yg penting dingin,,,haus pisan nichh,,,hehe…mangga pami kitu,,,Es Jeruka j yh,,,siappp sahut ku.

"wah lengkap pisan nya menu na ,, ada ayam yang dibakar,baby fish, mendoan, gepuk, lalapan, sama sambal terasi ya," kata Pa Mumuh.

Ayamnya? Empuk, bumbu meresap, disajikan dengan sambal yang nendang. Bener-bener juara.

"Ini bukan ayam kampung, ini ayam wisuda," ujar saya.

"Lulus cumlaude ya, dari jurusan Lezatologi Terapan," sahut Pa Mumuh. Kami makan lahap sambil diselingi obrolan seputar pekerjaan, juga rencana liburan berikutnya.

 

Cagak – Lembang – Dago Giri: Jalan Meliuk, Istirahat Adem

Lepas makan siang, kami melanjutkan perjalanan lewat Kasomalang menuju Jalan Cagak. Sinar matahari mulai hangat, tapi udara tetap sejuk. Jalan Cagak ke Lembang adalah jalur klasik yang penuh kenangan bagi para rider.

Pukul 15.45, kami tiba di Lembang. Tubuh mulai terasa letih, akhirnya kami memutuskan rehat di depan RM Asep Strawberry.

"Minum teh dulu lah, Pa. Kaki juga minta istirahat," kata saya.

Kami duduk santai di bangku kayu depan resto, sambil menyeruput teh manis panas dan melihat lalu lintas yang lumayan ramai. Banyak juga pengunjung lokal yang lalu lalang.

"Kalau hidup kayak touring gini terus, kayaknya bahagia ya," kata Pa Mumuh.

"Asal jangan touring dompet juga," timpal saya sambil tertawa.

 

Pulang ke Bandung: Tahu Sumedang dan Sunset di Ujung Perjalanan

Perjalanan lewat Dago Giri diselimuti kabut tipis menjelang senja. Angin sejuk menyapa lembut, dan langit mulai memerah jingga. Saat motor mulai menuruni tanjakan, kota Bandung tampak seperti lautan cahaya di kejauhan.

Pukul 18.25, saya tiba di rumah. Tubuh lelah, tapi hati puas. Touring dadakan yang hanya dirancang sehari sebelumnya, justru menjadi salah satu perjalanan paling berkesan di pertengahan tahun ini. Sebelum istirahat malam, saya kembali buka laptop tuk memeriksa kembali beberapa pesan dari peserta PKA yag mengirim File RAP dan LAP yang saya periksa sampai jam 22.40 wib…Semangattttt

 

Terkadang, perjalanan terbaik bukanlah yang direncanakan matang, tapi yang spontan, yang hadir dari ajakan sederhana dan keinginan untuk sejenak keluar dari rutinitas. Seperti hari itu—saya, Pa Mumuh, motor PCX hitam, ayam kampung bakar, lepet sambal tomat, tahu Sumedang, dan udara pegunungan—semuanya menjadi kisah kecil yang akan terus kami kenang.

Karena dalam setiap tikungan jalan, selalu ada cerita. Dan dalam setiap gas yang dipelintir, ada tawa yang mengiringi.

"Next, kita gas ke Geopark Ciletuh ya, Bud!"

"Deal, asal jangan dadakan lagi. Biar bisa ngabarin dompet lebih dulu."

Kami pun tertawa—dan siap untuk cerita berikutnya.

 

 

Bandung, 12 Juni 2025

Komentar