Kisah Ramos Namora, Sahabat yang Bersahaja
Hari Kamis, 10 Juli 2025, menjadi hari yang sulit dilupakan. Shubuh itu, Ketika membuka WA tertulis kabar duka menyelimuti keluarga BPSDM . Ramos Namora, sahabat, rekan, sekaligus patner dalam bekerja, telah berpulang di RS Edeweis Bandung pada rabu malam 9 Juli 2025 . Penyakit gagal ginjal yang telah lama dideritanya menjadi salah satu penyebab kepergiannya. Selama ini, ia rutin menjalani cuci darah, namun tetap setia menunaikan tugas dengan dedikasi tinggi.
Ramos Namora lahir di Surabaya pada
15 Agustus 1974. Sosok pria sederhana asal Jawa Timur ini dikenal luas sebagai
pribadi yang santun, bersahaja, dan penuh tanggung jawab. Dalam perjalanan
hidupnya, ia mendedikasikan sebagian besar waktunya untuk mengabdi di
lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Tak banyak yang tahu, sebelum
mengabdikan diri di BPSDM Jawa Barat, Ramos pernah bertugas selama kurang lebih
lima tahun di Bapenda Jawa Barat. Pada kurun waktu 2016 hingga 2020, beliau
menjabat sebagai Kepala Subbagian Umum dan Kepegawaian di sana. Di masa itu, ia
dikenal sebagai pemimpin yang tegas namun adil, selalu mengutamakan kekompakan,
dan memiliki kepedulian tinggi terhadap bawahannya.
"Yang penting kita kerja ikhlas,
hasilnya nanti akan mengikuti," itulah prinsip hidupnya yang sering ia
ucapkan.
Setelah menyelesaikan tugasnya di
Bapenda, Ramos melanjutkan pengabdiannya di BPSDM Jawa Barat mulai tahun 2021.
Di tempat baru ini, ia menjabat sebagai Kepala Subbidang Kompetensi Pimpinan
Daerah, dilanjutkan dengan mengemban amanah sebagai Pejabat Fungsional Analis
Pengembangan Kompetensi Ahli Muda. Ia menjadi sosok penting dalam berbagai
pelatihan kepemimpinan Kepala daerah khususnya Pemerintah aparatur Desa di Jawa
Barat, termasuk bagi para pejabat daerah.
Tak hanya dikenal sebagai pejabat,
Ramos juga dikenal sebagai sosok yang rendah hati. Di sela kesibukannya, ia
tetap menjadi sahabat yang ringan tangan, suka menolong, dan tidak segan
berbagi ilmu.
Salah satu kenangan yang paling saya ingat dari Ramos adalah kebiasaannya berdiskusi panjang dengan saya. Hampir setiap pekan, kami duduk bersama, membahas program-program pelatihan untuk kepala daerah, pelatihan peningkatan kapasitas pemerintah desa, serta pelatihan untuk para bupati dan walikota sebagai kepala daerah. Ramos selalu bersemangat saat membahas ide-ide tersebut.
"Saya ingin sekali membuat
kurikulum pelatihan yang betul-betul aplikatif untuk kepala daerah,"
katanya dengan mata berbinar.
Menurutnya, kepala daerah bukan hanya
perlu teori, tapi juga praktik nyata untuk memimpin dan mengelola daerahnya. Ia
bahkan sudah mulai menyusun rancangan kurikulumnya, lengkap dengan silabus,
metode pelatihan, hingga tahapan evaluasi.
"Kita butuh pelatihan yang
menyentuh langsung masalah di daerah. Kalau kepala daerahnya kuat, perangkat di
bawahnya pasti ikut kuat," tambahnya lagi.
Diskusi kami sering berlangsung lama,
terkadang sampai sore menjelang malam. Ramos sangat teliti, mencatat setiap
masukan dan saran yang muncul. Ia tak segan meminta pandangan saya tentang
topik-topik yang sensitif, seperti strategi membangun sinergi antar-perangkat
daerah, penguatan peran desa, hingga peningkatan integritas kepala daerah.
Sayangnya, sebelum kurikulum itu
benar-benar rampung, mutasi jabatan membuatnya harus berpindah tugas. Meski
begitu, semangatnya untuk membangun pelatihan yang bermanfaat tetap menyala.
"Walau saya pindah tugas, saya
titip ide ini. Siapa tahu nanti ada yang bisa melanjutkan," ucapnya dengan
senyum tipis.
Kini, setelah kepergiannya, saya
sering teringat diskusi-diskusi itu. Ada rasa sesal karena kurikulum yang ia
impikan belum sempat terwujud. Namun saya percaya, semangat dan niat baiknya
akan tetap menjadi inspirasi bagi banyak orang.
Sekitar satu minggu sebelum wafat,
Ramos menerima amanah baru. Ia dilantik oleh Gubernur Jawa Barat sebagai Kepala
UPTD Griya Bina Karsa pada Dinas Sosial Jawa Barat. Meski kondisi kesehatannya
semakin melemah, ia tetap hadir dalam pelantikan itu. Dengan senyum yang tulus,
ia menyampaikan niatnya untuk mengemban tugas tersebut dengan sebaik mungkin.
"Amanah ini akan saya jalankan,
selama Allah masih memberi saya kesempatan dan kekuatan," ucapnya kala
itu.
Takdir berkata lain. Pelantikan itu
menjadi pelantikan pertama dan terakhir dalam jabatan barunya. Namun, kami
semua percaya, Ramos telah menunaikan amanah hidupnya dengan baik.
Semasa hidupnya, Ramos gemar berbagi
kisah tentang masa kecilnya di Surabaya. Ia anak kampung yang sederhana, penuh
semangat, dan selalu menghargai kerja keras. Baginya, sukses itu bukan soal
jabatan atau harta, melainkan tentang seberapa bermanfaat dirinya untuk orang
lain.
Meski menderita sakit, Ramos tetap
menunjukkan sikap tegar. Ia jarang mengeluh dan lebih sering melemparkan
guyonan ringan yang mencairkan suasana. Kami yang mengenalnya tahu betul bahwa
di balik candanya, tersimpan keteguhan hati yang luar biasa.
Kini, ia telah tiada. Bandung menjadi
saksi terakhir perjalanan hidupnya. Kepergiannya meninggalkan lubang yang dalam
di hati keluarga, sahabat, dan rekan kerja.
"Innalillahi wa inna ilaihi
raji'un. Semoga Allah SWT menerima seluruh amal ibadah almarhum Ramos Namora,
mengampuni dosa-dosanya, serta menempatkannya di tempat terbaik di
sisi-Nya," itulah doa kami semua.
Ramos, sahabat kami yang baik, engkau telah pergi, namun kenanganmu akan selalu hidup dalam hati kami. Terima kasih atas segala kebaikan, keteladanan, dan persahabatanmu.
Selamat jalan, sahabat. Kami doakan
engkau tenang di sisi-Nya.
Komentar
Posting Komentar