Cerita Pengalaman Coaching Latsar CPNS Golongan III – Kabupaten Indramayu

 Cerita Pengalaman Coaching Latsar CPNS Golongan III – Kabupaten Indramayu


Pertemuan Pertama – 7 Agustus 2025: Konsep Awal Habituasi dan Aktualisasi

Pukul 08.00 WIB, layar Zoom mulai menampilkan wajah-wajah penuh semangat dari 10 peserta kelompok 4. Di daftar hadir, nama-nama seperti Fachri Alfian, Ninche Evinda, Nur Hidayah Aulia, Nur Rofiq, drh. Fatimatuz Zahro, Hafidz An-Nur Adhari, dan Rizki Ramadhani sudah terlihat. Ada juga yang masih menunggu sinyal stabil.

“Selamat pagi rekan-rekan CPNS hebat Kabupaten Indramayu,” saya membuka dengan senyum lebar, “hari ini kita mulai perjalanan aktualisasi. Bukan sekadar tugas Latsar, tapi latihan awal menjadi problem solver di kantor masing-masing.”

Fachri, dengan latar belakang teknologi informasi, tersenyum, “Pak, ini pertama kali saya ikut coaching seperti ini. Rasanya seperti rapat tim tapi semua wajahnya baru.”

Saya menjelaskan, “Aktualisasi itu proses menerjemahkan semua teori yang kalian pelajari di agenda nilai-nilai dasar ASN dan kedudukan-peran ASN ke tindakan nyata di tempat kerja. Kita akan mulai dari konsep, lalu masuk ke langkah identifikasi isu, hingga merancang solusi.”

Ninche angkat tangan, “Pak, berarti ini semacam proyek perubahan kecil ya?”

“Betul, tapi bedanya ini dilakukan di masa CPNS dan berbasis nilai ASN. Kita akan merangkai benang merah dari masalah nyata menjadi aksi nyata,” jawab saya sambil membagikan slide berjudul ‘Dari Isu ke Aksi’.

Selama 90 menit, kami membedah konsep habituasi—bagaimana pembiasaan kerja baik akan membentuk karakter ASN profesional. Saya tekankan bahwa nilai-nilai dasar seperti akuntabilitas, etika publik, nasionalisme, komitmen mutu, dan anti korupsi bukan hanya dihafal, tapi dihidupkan lewat kegiatan harian.

Diskusi mengalir. Hafidz bertanya, “Pak, kalau isu di kantor saya itu terlalu besar dan wewenang saya kecil, bagaimana?”

Saya jelaskan, “Kita pakai prinsip manageable scope. Cari isu yang bisa dijangkau dalam posisi CPNS, tapi tetap memberi manfaat nyata. Kalau isu besar, bisa kita pecah jadi bagian yang bisa kita tangani.”

Pertemuan pertama ditutup dengan homework: setiap peserta harus mengamati lingkungan kerja dan mencatat minimal 3 isu yang mereka temui, lengkap dengan indikasi awal penyebabnya.

 

Pertemuan Kedua – 11 Agustus 2025: Identifikasi dan Penapisan Isu


Hari kedua coaching, suasana Zoom lebih cair. Peserta sudah mulai akrab, saling sapa sebelum sesi dimulai.

“Baik, kita mulai dari daftar isu yang kalian kumpulkan,” kata saya membuka sesi. “Siapa yang mau berbagi pertama?”

Nur Hidayah Aulia mengangkat tangan, “Saya, Pak. Di kantor saya ada masalah antrian layanan yang panjang, padahal sebagian pemohon hanya butuh informasi sederhana. Saya pikir ini menghambat efektivitas pelayanan.”

Saya jawab, “Bagus, itu contoh isu pelayanan publik yang relevan. Kita akan uji dengan analisis USG: Urgency, Seriousness, dan Growth.”

Kami bersama-sama memberi skor pada isu Nur Hidayah. Ternyata nilainya tinggi di semua aspek. Saya jelaskan, “Artinya ini isu prioritas.”

Giliran Nur Rofiq, “Pak, di Dinas Tenaga Kerja, saya lihat ada proses verifikasi data pencari kerja yang masih manual, sehingga sering tertunda.”

Saya arahkan, “Bagus, nanti kita bisa telusuri dengan fishbone untuk mencari akar masalahnya—apakah faktor SDM, prosedur, alat, atau kebijakan.”

drh. Fatimatuz Zahro menambahkan, “Kalau saya, di bidang kesehatan hewan, data vaksinasi ternak belum terintegrasi, jadi pelaporan lambat.”

Diskusi mulai hidup. Fachri Alfian yang memang paham teknologi memberi komentar, “Itu sebenarnya bisa diatasi dengan aplikasi sederhana. Saya pernah buat prototipe di kampus.”

Saya tersenyum, “Nah, di sinilah kolaborasi lintas bidang bisa muncul. Tapi ingat, tetap fokus pada lingkup yang bisa dikerjakan sendiri atau bersama tim kecil.”

Setelah semua peserta memaparkan isu, saya membimbing mereka menggunakan fishbone diagram. Layar Zoom dipenuhi garis-garis sebab-akibat: masalah dipecah menjadi faktor man, machine, method, material, measurement, dan environment.

Contohnya, isu Hafidz tentang sistem informasi yang sering error ternyata tidak hanya soal server, tapi juga kurangnya pelatihan pegawai pengguna.

Menjelang akhir sesi, saya minta setiap peserta memilih satu core issue berdasarkan hasil analisis. “Isu ini akan jadi fokus aktualisasi kalian,” saya tegaskan.

 

Pertemuan Ketiga – 12 Agustus 2025: Ide Kreatif, Solusi, dan Rancangan Kegiatan


Hari ketiga, kami masuk tahap menyenangkan—brainstorming ide solusi.

“Baik, sekarang kita beralih ke creative problem solving,” saya membuka. “Ingat, solusi harus relevan, realistis, dan berorientasi manfaat.”

Rizki Ramadhani memulai, “Pak, kalau di saya, masalahnya di pengawasan lalu lintas darat yang kurang informasi publiknya. Solusinya saya mau buat papan digital jadwal dan info lalu lintas.”

Saya mengangguk, “Menarik, tapi pikirkan skalanya. Apakah bisa mulai dari satu titik pilot project?”

Ninche Evinda mengusulkan membuat checklist inspeksi bangunan yang mudah diakses staf, untuk mempercepat proses persetujuan teknis.

Fatimatuz Zahro menawarkan ide integrasi laporan vaksinasi ternak via Google Form untuk mempermudah pencatatan harian.


Kami diskusikan juga bagaimana setiap ide dihubungkan dengan nilai-nilai dasar ASN. Misalnya, ide Nur Hidayah tentang self-service kiosk untuk layanan informasi publik dikaitkan dengan akuntabilitas (akurasi data), etika publik (kemudahan akses), dan komitmen mutu (kecepatan layanan).

Saya kemudian membimbing mereka menuangkan ide ke dalam rancangan aktualisasi:

  1. Kegiatan – apa yang dilakukan.
  2. Tahapan – langkah-langkah rinci.
  3. Output – hasil yang terukur.
  4. Keterkaitan Nilai ASN – nilai dasar yang diaktualisasikan.
  5. Kontribusi ke Visi-Misi Organisasi – dampak positif yang diharapkan.

Suasana Zoom penuh energi. Fachri membantu Rizki menggambar diagram alur, Hafidz memberi masukan pada ide Fatimatuz tentang sinkronisasi data, dan Nur Rofiq menawarkan tips untuk mempercepat proses tanda tangan elektronik.

Menjelang penutupan, saya menegaskan, “Aktualisasi bukan sekadar syarat kelulusan Latsar. Ini latihan berpikir kritis, kreatif, dan solutif. Kalau kalian bisa memecahkan satu masalah kecil sekarang, itu bibit kepercayaan untuk memegang masalah besar nanti.”

Kami sepakat membuat grup chat khusus untuk memantau progres rancangan, sekaligus saling memberi masukan antar peserta. Selanjutnya Laras sugina Intan salah seorang peserta Latsar yg menjabat sbg Ketua kelompok yg akan membuat WAG sebagai sarana diskusi dalam menyusun dan mengaktualisasi dan habituasi selama proses Latsar CPNS Kabupaten Indramayu.

 

Semangat membangun ASN yg Profesional dan Ber-Integritas

Bandung, 13 Agustus 2025

 

Komentar