Refleksi Perjalanan Hidup 53 Tahun Budy Hermawan

 Refleksi Perjalanan Hidup 53 Tahun Budy Hermawan


Delapan September 1972, di sebuah sudut bumi yang sederhana, lahirlah seorang anak laki-laki yang kelak diberi nama Budy Hermawan. Ia lahir di Jakarta dari rahim seorang mamah perkasa yang kini telah almarhumah. Sang mamah adalah sosok penuh cinta, pengorbanan, dan keteguhan hati. Dari sisi Ayah, Budy mendapat teladan seorang perwira Polri yang dikenal memiliki integritas tinggi dan menjalani hidup penuh kesederhanaan. Bahkan, di sela tugasnya, almarhum sang ayah rela menjadi sopir angkot di kota kecil Sukabumi demi mengisi waktu dan menambah bekal kesehariannya. Kedua orang tua itu kini telah tiada, namun doa selalu terpanjat: semoga Allah menempatkan mereka di tempat terbaik.

Aaamin Yra

Kini perjalanan Budy ditemani seorang istri tercinta, Hamidah, sosok yang sabar, penuh kasih, dan selalu menjadi teladan bagi kedua putrinya. Di balik langkah-langkah besar yang ditempuh, Hamidah adalah penopang setia, penguat di kala lelah, dan pengingat di kala lalai.

Masa-Masa Awal: Menapak Jalan Hidup

Seperti banyak anak Indonesia lainnya, perjalanan dimulai dari keluarga sederhana. Pendidikan ditempuh dengan penuh perjuangan. Jalan tak selalu mulus, tapi setiap kesulitan di masa kecil menjadi guru yang tak kalah pentingnya dari sekolah formal. Dari situlah tumbuh keyakinan bahwa hidup bukan soal siapa yang paling cepat, tapi siapa yang paling kuat bertahan dan konsisten berjalan di jalan kebaikan.

Tahun demi tahun berlalu, hingga akhirnya memasuki dunia kerja dan memilih jalur pengabdian sebagai seorang PNS. Tidak semua orang bercita-cita menjadi abdi negara, tapi bagi Budy, panggilan untuk melayani negeri ini begitu kuat. Berada di jalur birokrasi bukan sekadar soal pekerjaan, tapi tentang tanggung jawab untuk memastikan kebijakan dan pelayanan publik benar-benar dirasakan manfaatnya oleh rakyat.

Menjadi Ayah: Karunia Terindah dalam Hidup


Namun, di atas semua peran itu, ada satu peran yang paling melekat di hati: menjadi seorang ayah. Dari pernikahan yang penuh perjuangan dan cinta, lahirlah dua putri yang kini sudah tumbuh dewasa.

Putri pertama, Anisa Maulida Hermawan, kini berusia 26 tahun. Sudah dewasa, sudah mandiri, sudah melewati banyak tahap kehidupan. Doa seorang ayah untuknya sederhana namun dalam: semoga Allah segera memberikan jodoh terbaik, pasangan yang mampu melengkapi langkahnya, mendukung mimpinya, dan membangun rumah tangga yang penuh berkah. Tak ada doa lain yang lebih tulus dari doa seorang ayah yang ingin melihat anaknya bahagia, lahir dan batin.

Putri kedua, Anita Rahmania Hermawan, saat ini masih kuliah di Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Sudah masuk tahun kedua, sedang giat-giatnya belajar, menata mimpi, dan mengisi bekal masa depan. Doa untuknya pun sama kuatnya: semoga kuliahnya lancar, semoga ia menjadi sarjana yang bermanfaat bagi masyarakat, semoga ia tumbuh menjadi perempuan yang tangguh dan tetap rendah hati.

Kedua putri itu adalah cermin dari perjalanan hidup sang ayah. Dari mereka, Budy belajar arti kesabaran, arti pengorbanan, dan arti cinta tanpa syarat. Mereka adalah alasan untuk terus bangun pagi dengan semangat, alasan untuk tidak mudah menyerah, dan alasan untuk tetap menatap masa depan dengan optimisme.

Harapan sebagai Kepala Keluarga

Sebagai seorang suami dan kepala keluarga, tentu banyak harapan yang tersimpan di hati. Harapan untuk selalu bisa menjadi teladan, menjadi pelindung, sekaligus menjadi sahabat bagi istri dan anak-anak. Tidak mudah, memang, karena menjadi kepala keluarga bukan hanya soal mencari nafkah, tapi juga soal menjaga suasana rumah tetap hangat, penuh kasih, dan berlandaskan iman.

Setiap langkah selalu disertai doa: semoga keluarga ini selalu dalam lindungan Allah, semoga selalu diberi kesehatan, rezeki yang halal, dan kebahagiaan yang berkah. Bagi Budy, rumah adalah sekolah pertama dan utama, tempat belajar tentang kejujuran, kesabaran, dan cinta kasih. Maka menjaga keluarga tetap utuh dan harmonis adalah cita-cita terbesar sepanjang hidup.

Peran sebagai Widyaiswara: Mengabdi dengan Ilmu



Selain peran di keluarga, ada juga amanah besar di dunia kerja: menjadi Widyaiswara di BPSDM Jawa Barat. Bagi sebagian orang, profesi ini mungkin terdengar biasa saja. Tapi bagi Budy, menjadi widyaiswara adalah kehormatan besar.

Di ruang kelas, di balik layar presentasi, atau dalam diskusi-diskusi serius, ia bukan hanya menyampaikan materi. Ia ingin menyampaikan nilai, menyampaikan pengalaman, dan menyalakan api semangat para ASN agar tidak hanya bekerja untuk gaji, tapi benar-benar bekerja untuk melayani masyarakat.

Harapannya jelas: semoga setiap peserta pelatihan yang pernah bertemu dengannya bisa merasakan inspirasi, bisa membawa pulang semangat baru, dan bisa menularkan integritas dalam pekerjaannya masing-masing. Karena jika ASN kuat, maka pelayanan publik akan semakin baik, dan pada akhirnya masyarakat akan merasakan manfaatnya.

Menjadi widyaiswara bukan hanya soal mengajar, tapi soal menghidupkan nilai. Tentang bagaimana caranya menularkan kejujuran, integritas, dan semangat perubahan kepada para aparatur di seluruh Jawa Barat.

Amanah Baru: Ketua Umum DPW APWI Jawa Barat

Pada periode 2025–2029, Budy juga didaulat sebagai Ketua Umum DPW APWI Jawa Barat, sebuah asosiasi Widyaiswara yang menjadi wadah koordinasi sekaligus forum silaturahmi WI se-Jawa Barat. Amanah ini tentu tidak ringan, terlebih di sela-sela kesibukan melaksanakan pelatihan. Namun dengan semangat kebersamaan, Budy bertekad menjadikannya ruang untuk memperkuat kapasitas Widyaiswara sekaligus meningkatkan kontribusi nyata bagi pengembangan ASN di Jawa Barat.

Refleksi 53 Tahun: Jalan Panjang yang Penuh Makna

Kini, di usia 53 tahun, Budy menyadari satu hal penting: hidup ini bukan tentang seberapa jauh kita berlari, tapi seberapa banyak kebaikan yang kita tinggalkan. Tidak semua cita-cita tercapai, tidak semua rencana berjalan mulus. Namun setiap perjalanan tetap punya makna.

Ada rasa syukur yang mendalam: masih diberi kesehatan, masih diberi keluarga yang mendukung, masih diberi kesempatan untuk mengabdi pada negeri, dan masih diberi ruang untuk bermimpi.

Harapan ke depan sederhana namun besar maknanya:

1)       Sebagai ayah, ingin melihat kedua putrinya bahagia, sukses, dan hidup dalam ridha Allah.

2)       Sebagai kepala keluarga, ingin menjaga rumah tangga tetap harmonis, penuh cinta, dan selalu diberkahi.

3)       Sebagai PNS sekaligus widyaiswara, ingin terus mengabdi, mendidik ASN Jawa Barat dengan hati, dan menjadi inspirasi yang meninggalkan jejak kebaikan.

4)       Sebagai Ketua APWI Jawa Barat, ingin menjadikan wadah ini sebagai rumah besar bagi seluruh Widyaiswara untuk saling belajar, bersinergi, dan menguatkan peran strategisnya dalam membangun birokrasi.

Penutup: Jejak yang Ingin Ditinggalkan

Lima puluh tiga tahun bukan waktu singkat. Jika dihitung, itu lebih dari 19 ribu hari. Setiap hari punya cerita, setiap langkah punya jejak. Tidak semua indah, tapi semua berarti.

Kini, yang tersisa adalah rasa syukur dan doa. Syukur atas semua perjalanan, doa untuk masa depan yang lebih baik.

Budy Hermawan bukanlah orang yang sempurna. Namun di setiap kekurangan, selalu ada usaha untuk memperbaiki diri. Di setiap keterbatasan, selalu ada doa agar Allah melapangkan jalan. Dan di setiap usia yang bertambah, selalu ada harapan agar hidup semakin bermanfaat bagi keluarga, masyarakat, dan negeri ini.

Karena pada akhirnya, refleksi 53 tahun ini bisa dirangkum dalam satu kalimat sederhana: Hidup adalah kesempatan untuk menanam kebaikan, dan semoga setiap benih yang ditanam bisa tumbuh menjadi pohon yang memberi manfaat bagi banyak orang.

 

Cimahi, 8 September 2025

Komentar