Bagian 3 – BPSDM Jawa Barat sebagai Orkestrator Kompetensi ASN
Kalau Keputusan LAN Nomor 605 Tahun
2025 adalah symphony sheet yang memberi panduan nada dan tempo
pembelajaran ASN, maka BPSDM Jawa Barat adalah dirigennya.
Dialah yang memastikan seluruh instrumen birokrasi – dinas, badan, dan UPT –
memainkan musik pembelajaran dengan harmoni yang indah.
BPSDM Jabar harus berani memulai perubahan
besar-besaran.
Dulu lembaga ini dikenal sebagai penyelenggara diklat, sekarang ia lebih
pantas disebut sebagai lembaga pengembang kompetensi strategis.
Filosofi barunya jelas:
“Bukan berapa banyak ASN yang dilatih, tapi seberapa besar pembelajaran
yang berdampak.”
Sebagai widyaiswara, saya berharap bagaimana BPSDM Jabar harus memulai
menata ulang serta mengubah wajahnya.
Dari yang dulu fokus pada jadwal pelatihan tahunan, kini fokus pada peta
kompetensi dan rencana pembelajaran individual (IDP) dari setiap OPD.
Setiap tahun, data IDP yang masuk dari berbagai perangkat daerah dipetakan
dengan teliti: bidang apa yang butuh penguatan, jabatan mana yang butuh
reskilling, dan wilayah mana yang perlu pengembangan kepemimpinan baru.
Data inilah yang menjadi amunisi cerdas BPSDM untuk menyusun Rencana Strategis Pengembangan Kompetensi ASN Jawa Barat.
Misalnya, ketika hasil IDP menunjukkan bahwa banyak ASN di lapangan masih kesulitan dengan digitalisasi pelayanan publik, maka muncullah program Smart ASN Academy.
Atau ketika data menunjukkan adanya gap di kemampuan manajemen proyek lintas sektor, BPSDM meluncurkan Program Kolaborasi Jabar.
Program ini sederhana tapi berdampak. ASN dari berbagai OPD disatukan
dalam learning squad untuk menyelesaikan satu tantangan nyata, misalnya:
mempercepat layanan perizinan, menata data kemiskinan, atau mengelola kehumasan
digital.
Alih-alih belajar teori di kelas, mereka langsung belajar sambil bekerja.
Itulah implementasi nyata dari pembelajaran experiential yang ditekankan
Keplan 605.
Saya masih ingat salah satu squad
dari tahun lalu: gabungan ASN dari Dinas Sosial, Diskominfo, dan Bappeda yang
membuat sistem integrasi data penerima bantuan sosial.
Hasilnya bukan cuma laporan, tapi sistem yang benar-benar digunakan oleh
kabupaten/kota.
Ketika saya tanya bagaimana mereka bisa kompak, salah satu anggota tim
menjawab:
“Karena di BPSDM kami tidak diajarin teori kerja tim, tapi langsung
disuruh jadi tim beneran.”
Kalimat sederhana tapi jleb — belajar bukan dari slide, tapi dari kerja
nyata.
Selain itu, BPSDM Jabar juga berperan penting dalam membangun budaya
coaching di kalangan pimpinan ASN.
Banyak kepala dinas dan sekda kota/kabupaten yang kini menjadi coach aktif
bagi bawahannya.
Ini bagian dari strategi jangka panjang BPSDM: menjadikan setiap pimpinan
sebagai learning leader.
Karena tanpa pimpinan yang mau mendengar, IDP hanya jadi kertas.
Saya pernah menyaksikan sebuah sesi coaching circle di Aula
BPSDM.
Isinya bukan ceramah, tapi obrolan antar pejabat tentang pengalaman mereka
membimbing pegawai muda.
Ada yang cerita tentang kesulitan memberi umpan balik, ada yang berbagi cara
membangun kepercayaan.
Di situ saya sadar, BPSDM sedang menanam sesuatu yang lebih dalam dari sekadar
kompetensi: karakter kepemimpinan pembelajar.
Selain coaching, inovasi lain yang menarik adalah program “ASN Learning Pathway”.
Program ini dirancang seperti jalur karier, tapi dalam bentuk perjalanan belajar.
Ada pathway untuk kepemimpinan, digitalisasi, pelayanan publik, hingga integritas.
Setiap ASN bisa memilih jalur yang sesuai dengan IDP-nya, lalu menapakinya secara bertahap.
Misalnya, ASN yang ingin menjadi analis kebijakan bisa mengikuti modul literasi data, analisis kebijakan publik, hingga praktik simulasi penyusunan rekomendasi.
Yang menarik, BPSDM tidak lagi #saat ini bekerja sendirian.
Mereka harus memulai membuka kolaborasi
dengan universitas, komunitas profesional, dan bahkan sektor swasta.
Misalnya, untuk memperkuat digital learning, BPSDM menggandeng startup
teknologi edukasi lokal Bandung.
Hasilnya? Pelatihan daring yang tadinya kaku kini jadi interaktif, dengan kuis,
microlearning, dan gamification.
ASN bisa belajar di sela waktu tanpa merasa terbebani.
Inilah yg nanti akan menjadi bentuk nyata dari semangat Corfu Jabar,
terutama pada nilai Fun dan Unique.
ASN Jawa Barat belajar dengan cara yang menyenangkan dan khas, tidak meniru
pola pusat mentah-mentah.
Dalam satu sesi daring, saya pernah lihat peserta sambil minum kopi,
bercanda dengan widyaiswara, tapi diskusinya tetap tajam.
Kadang ada yang sambil menyiapkan laporan dinas, tapi tetap aktif bertanya.
Beginilah gaya ASN Jabar: serius tapi santai, cerdas tapi merakyat.
Peran BPSDM sebagai orkestrator juga tampak dari kemampuannya
menghubungkan IDP individu dengan rencana strategis organisasi.
Setiap rencana pelatihan kini ditautkan dengan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP).
Artinya, kalau seseorang menulis di IDP bahwa ia ingin belajar “Komunikasi
Efektif dalam Pelayanan Publik,” maka hasil belajarnya bisa masuk sebagai
indikator perilaku Kompeten dalam SKP.
Ini cerdas — karena pembelajaran bukan hanya aktivitas tambahan, tapi bagian
dari sistem kinerja itu sendiri.
Salah satu contoh paling sukses dari pendekatan ini adalah Program
Peningkatan Kapasitas ASN Desa.
sebagai fasilitator pembelajaran perangkat desa yg mendapatkan pengakuan dari
Direktorat Bina Desa Kemendagri, saya berharap BPSDM Jabar ke depan dapat berkolaborasi dengan DPMD Jawa Barat melatih
perangkat desa tentang regulasi , kepemimpinan sosial, kolaborasi lintas
komunitas, dan inovasi lokal.
Dampaknya luar biasa.
Insya Allah kedepan , banyak kepala desa kini lebih percaya diri memimpin
musyawarah, mengelola keuangan desa dengan transparan, dan berani menulis
laporan inovasi pelayanan.
Bahkan ada yang bilang,
“Kalau dulu pelatihan desa hanya soal administrasi,
sekarang kami belajar bagaimana jadi pemimpin yang punya arah.”
BPSDM juga harus lebih aktif menanamkan nilai integritas dan antikorupsi ke seluruh program.
Setiap pelatihan wajib memiliki sesi “Refleksi Nilai ASN” yang mengaitkan topik teknis dengan etika publik.
Jadi, ketika belajar tentang pengadaan barang dan jasa, peserta juga diajak merenung:
Apakah keputusan saya adil? Apakah saya menjaga kepentingan publik?
Inilah pembelajaran yang tidak hanya menambah skill, tapi juga meneguhkan moral.
Di era digital, BPSDM Jabar pun bertransformasi menjadi learning hub.
Melalui portal Jabar Learning Space, ASN bisa mengakses ratusan materi,
video, dan modul e-learning.
Lebih keren lagi, sistemnya terintegrasi dengan IDP.
Kalau dalam IDP ASN tertulis “perlu meningkatkan kompetensi pelayanan
publik,” sistem akan merekomendasikan modul-modul terkait otomatis.
Jadi, pembelajaran terasa personal dan adaptif — seperti punya mentor digital
pribadi.
Dalam setiap inovasi itu, ada satu prinsip sederhana yang dipegang teguh
oleh BPSDM Jabar:
“ASN bukan lagi obyek pelatihan, tapi subyek pembelajaran.”
Kalimat ini bukan jargon; itu filosofi kerja.
Karena ASN yang diberi ruang untuk belajar dengan cara sendiri akan tumbuh
menjadi ASN yang mandiri, kreatif, dan percaya diri.
Ketika prinsip itu dijalankan dengan konsisten, maka lahirlah generasi
ASN yang benar-benar memahami makna kata kompeten — bukan sekadar
memenuhi JP, tapi memberi nilai tambah pada organisasi dan masyarakat.
Demikian seulas catatan di minggu pagi yg cukup cerah di Kota Bandung
sambil ditemanin secangkir Kopi Panas,,,,#semangat membangun #Jabar Istimewa
Minggu, 26 Oktober 2025
Selanjutnya, Bagian
4 akan masuk ke wilayah lebih konkret:
studi kasus beberapa program nyata BPSDM Jawa Barat yang sejalan dengan Corfu
Jabar, seperti Coaching ASN Juara, Learning Squad ASN, Digital
Leadership Camp, dan Learning Governance Model.
.jpeg)


.jpg)
Komentar
Posting Komentar