PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA
PEMERINTAH I
By. Budy Hermawan
Dengan
diberlakukannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, maka dipandang perlu para Pegawai
Negeri Khususnya untuk mempelajari serta memahami peraturan yang terkait dengan
pengadaan barang/jasa pemerintah. Hal ini sangatlah penting mengingat semua
SKPD pada Pemerintah Daerah melaksanakan pengadaan barang/jasa melalui
mekanisme pemilihan dan/atau swakelola.
Seperti
yang akan saya tuliskan disini, bahwa proses pengadaan barang ataupun jasa
dalam institusi pemerintah tidak semudah pengadaan di institusi swasta. Seluruh
pengadaan barang yang pembiayaannya melalui APBN/APBD, baik sebagian atau
keseluruhan, harus mengacu kepada aturan yang berlaku (Perpres 54 Tahun 2010 )
Ada
beberapa istilah yang digunakan dalam proses pengadaan ini, diantaranya:
- Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.
2.
Pengguna
Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah Pejabat pemegang kewenangan
penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau
Pejabat yang disamakan pada Institusi lain Pengguna APBN/APBD.
3.
Kuasa
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat yang ditetapkan
oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk
menggunakan APBD.
4.
Pejabat
Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung
jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
5.
Unit
Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP adalah unit organisasi pemerintah yang berfungsi
melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa di K/L/D/I yang bersifat permanen, dapat
berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada
6.
Pejabat
Pengadaan adalah personil yang memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan
Barang/Jasa yang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa
7.
Panitia/Pejabat
Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA
yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.
Untuk
istilah lebih lengkap, silakan membuka Perpres 54 Tahun 2010 Pasal 1, Istilah-istilah
ini harus dipahami terlebih dahulu, karena dalam pelaksanaan pengadaan, banyak
aturan-aturan yang berbeda untuk setiap jenis pengadaan. Khususnya pada
pengadaan barang dan pengadaan jasa konsultasi.
Nah,
apakah seluruh pengadaan atau kegiatan di institusi pemerintah itu harus
dilaksanakan dalam bentuk pelelangan ?
Sesuai
dengan Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 bahwa Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu melalui
swakelola dan Pemilihan penyedia barang/jasa.
Sebelum kita masuk lebih jauh ke pengadaan, saya akan
jelaskan sedikit tentang swakelola.
Swakelola
merupakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa dimana pekerjaannya direncanakan,
dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh K/L/D/I sebagai penanggung jawab
anggaran, instansi pemerintah lain dan/atau kelompok masyarakat
Pekerjaan yang dapat dilakukan dengan swakelola adalah:
a) pekerjaan yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan dan/atau memanfaatkan kemampuan teknis sumber daya
manusia serta sesuai dengan tugas pokok K/L/D/I;
b) pekerjaan yang operasi dan
pemeliharaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat setempat;
c) pekerjaan yang dilihat dari segi
besaran, sifat, lokasi atau pembiayaannya tidak diminati oleh Penyedia
Barang/Jasa;
d) pekerjaan yang secara rinci/detail
tidak dapat dihitung/ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila dilaksanakan
oleh Penyedia Barang/Jasa akan menimbulkan ketidakpastian dan risiko yang
besar;
e) penyelenggaraan diklat, kursus,
penataran, seminar,lokakarya atau penyuluhan;
f) pekerjaan untuk proyek percontohan
(pilot project) dan survei yang bersifat khusus untuk pengembangan
teknologi/metode kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa;
g) pekerjaan survei, pemrosesan data,
perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium dan pengembangan
sistem tertentu;
h) pekerjaan yang bersifat rahasia bagi
K/L/D/I yang bersangkutan;
i) penelitian dan pengembangan dalam
negeri; dan/atau
j) pekerjaan pengembangan industri
pertahanan, industri
k). pekerjaan Industri Kreatif,
inovatif dan budaya dalam negeri;
Nah, dari penjelasan diatas maka cukup jelas apa saja yang
boleh dilaksanakan secara swakelola. Di luar dari daftar tersebut, harus
dilaksanakan melalui penyedia barang/jasa.
Ada satu contoh kesalahan persepsi yang terjadi.
Disebuah
institusi dilakukan pengadaan komputer dan server dengan cara swakelola, dimana
kepala laboratorium langsung membeli beberapa unit komputer dan server ke toko
komputer tanpa melalui proses lelang. Setelah ditanya mengapa melakukan hal
tersebut, mereka berdalih, “Loh, ini khan pekerjaan yang bersifat rahasia,
karena komputer dan server ini nanti akan digunakan untuk mengolah data ujian
yang sifatnya amat rahasia.”
Disini
terlihat jelas ketidakpahaman terhadap substansi dari Kepres dan pengertian
mengenai pekerjaan yang sifatnya “rahasia” tersebut. Yang rahasia adalah
“pekerjaannya” dan bukan “barangnya.” Jadi proses pengadaan barangnya tetap
harus terbuka dan transparan, tetapi nanti setelah diadakan, maka penggunaannya
masuk dalam kategori rahasia. Contoh pengadaan yang sifatnya rahasia adalah
pengadaan perangkat untuk peluru kendali, instalasi nuklir, atau untuk intelijen
negara
ULP/ Panitia Pengadaan
Apabila
sebuah pengadaan barang/jasa dilakukan dengan menggunakan pihak ketiga, yaitu
melalui penyedia barang dan jasa, maka proses pengadaannya harus melalui
panitia/ULP atau pejabat pengadaan.
Pejabat
Pengadaan dibentuk bila nilai pengadaan sampai dengan Rp 100.000.000,-( seratus
juta rupiah ) sedangkan diatas itu wajib melalui ULP/Panitia pengadaan.
Jumlah
panitia pengadaan minimal 3 orang dan berjumlah ganjil sesuai dengan kompleksitas
pengadaan dan harus berasal dari pegawai negeri, baik dari instansi sendiri
maupun instansi lainnya.
Panitia
pengadaan harus memahami tentang prosedur pengadaan, jenis pekerjaan yang
diadakan maupun substansi pengadaan, tidak memiliki hubungan keluarga dengan
pejabat yang mengangkat dan menetapkan sebagai panitia dan memiliki sertifikat
pengadaan barang/jasa pemerintah.
Dalam
klausul mengenai panitia juga ditegaskan, bahwa panitia harus memahami
substansi dari pengadaan. Apabila di institusi itu tidak ada orang yang
memahami mengenai substansi, maka disilakan untuk mengambil orang dari
unit/institusi lain. Contoh, sebuah institusi hendak mengadakan perangkat
server dan kelengkapannya, sedangkan di institusi itu tidak ada seorangpun yang
memahami tentang server, maka dapat mengambil panitia dari bagian data atau
institusi yang menangani TI.
PPK,
bendaharawan, dan pejabat yang bertugas melakukan verifikasi surat permintaan
pembayaran (SPP) dan/atau pejabat yang bertugas menandatangani surat perintah
membayar (SPM) dilarang duduk sebagai panitia/pejabat pengadaan. Pegawai
pada BPKP, Itjen, Inspektorat Utama, dan unit pengawas lainnya juga dilarang
menjadi panitia/pejabat pengadaan pada institusi lain. Mereka hanya bisa
menjadi panitia/pejabat pengadaan pada institusi masing-masing.
Penyedia Barang/Jasa
Bukan
hanya panitia saja yang memiliki persyaratan, tapi penyedia barang/jasa juga
memiliki persyaratan untuk dapat mengikuti kegiatan pengadaan. Persyaratan
penyedia barang/jasa adalah:
a)
memenuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan kegiatan/usaha;
b)
memiliki
keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan
Barang/Jasa;
c)
memperoleh
paling kurang 1 (satu) pekerjaan sebagai Penyedia Barang/Jasa dalam kurun waktu
4 (empat) tahun terakhir baik dilingkungan pemerintah maupun swasta, termasuk
pengalaman subkontrak;
d)
ketentuan
sebagaimana dimaksud pada huruf c,dikecualikan bagi Penyedia Barang/Jasa yang
baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun;
e)
memiliki
sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain yang diperlukan dalam
Pengadaan Barang/Jasa;
f)
dalam
hal Penyedia Barang/Jasa akan melakukan kemitraan, Penyedia Barang/Jasa harus
mempunyai perjanjian kerja sama operasi/kemitraan yang memuat persentase
kemitraan dan perusahaan yang mewakili kemitraan tersebut;
g)
memiliki
kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil dan
koperasi kecil serta kemampuan pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk usaha
non-kecil; memiliki Kemampuan Dasar (KD) untuk usaha non-kecil, kecuali untuk
Pengadaan Barang dan Jasa Konsultansi;
h)
khusus
untuk Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Lainnya, harus memperhitungkan
Sisa Kemampuan Paket (SKP) sebagai berikut:
SKP = KP –
P
KP = nilai
Kemampuan Paket, dengan ketentuan: untuk Usaha Kecil, nilai Kemampuan Paket
(KP)
ditentukan sebanyak 5 (lima) paket pekerjaan; dan untuk usaha non kecil, nilai
Kemampuan
Paket (KP)
ditentukan sebanyak 6 (enam)
atau 1,2
(satu koma dua) N.
P = jumlah
paket yang sedang dikerjakan.
N = jumlah
paket pekerjaan terbanyak yang dapat ditangani pada saat bersamaan selama kurun
waktu 5 (lima) tahun terakhir.
i) tidak dalam pengawasan pengadilan,
tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan dan/atau direksi yang
bertindak untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi
pidana, yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani Penyedia
Barang/Jasa;
j) sebagai wajib pajak sudah memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun
terakhir (SPT Tahunan) serta memiliki laporan bulanan PPh Pasal 21, PPh Pasal
23 (bila ada transaksi), PPh Pasal 25/Pasal 29 dan PPN (bagi Pengusaha Kena
k) Pajak) paling kurang 3 (tiga) bulan
terakhir dalam tahun berjalan.
l) secara hukum mempunyai kapasitas untuk
mengikatkan diri pada Kontrak;
m) tidak masuk dalam Daftar Hitam;
n) memiliki alamat tetap dan jelas serta
dapat dijangkau dengan jasa pengiriman; dan
o) menandatangani Pakta Integritas.
Khusus untuk tenaga ahli yang
ditugaskan dalam pelaksanaan pekerjaan Jasa Konsultasi, persyaratannya adalah:
- memiliki NPWP dan bukti penyelesaian kewajiban pajak (ini yang kadang sulit bagi tenaga ahli kita);
- lulusan perguruan tinggi negeri atau swasta yang telah terakreditasi atau yang lulus ujian negara atau perguruan tinggi luar negeri yang ijazahnya telah disahkan oleh Depdiknas;
- mempunya pengalaman di bidangnya.
Selain
persyaratan di atas, pegawai negeri, pegawai BI, pegawai BHMN/BUMN/BUMD
dilarang menjadi penyedia barang/jasa, kecuali yang bersangkutan mengambil cuti
di luar tanggungan negara.
Dasar Hukum
Peraturan
Presiden Republik Indonesia, Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
Komentar
Posting Komentar