Menjelang
akhir tahun anggaran selalu menjadi momok serius bagi pelaksanaan
pengadaan barang/jasa pemerintah. Ditenggat waktu akhir tahun semua
paket pekerjaan seperti menumpuk dan antrean panjang. Utamanya
disebabkan belum mapannya proses perencanaan anggaran dan perencanaan
pengadaan.
Dalam
paradigma pusat atau pelaksanaan APBN, langkah-langkah akhir tahun 2012
telah terakomodir dalam beberapa aturan, diantaranya Perdirjen
37/PB/2012 tentang Langkah-Langkah Menghadapi Akhir Tahun 2012 dan PMK
25 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Sisa Pekerjaan Tahun Anggaran
Berkenaan Yang dibebankan pada DIPA Tahun Anggaran Berikutnya.
Sementara di daerah yang base-nya
APBD hanya ada Permendagri 37/2012 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2013. Pada Permendagri
37/2012 tentang langkah akhir tahun dituangkan pada Romawi V. HAL-HAL KHUSUS LAINNYA angka 28.
Bahwa dalam Pasal 138 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011
ditegaskan bahwa untuk pelaksanaan kegiatan lanjutan yang tidak selesai
pada Tahun Anggaran 2012 dapat dilakukan dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
-
Pendanaan kegiatan lanjutan menggunakan SiLPA tahun anggaran sebelumnya.
-
Dituangkan kedalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran Lanjutan SKPD (DPAL-SKPD) Tahun Anggaran 2012 sesuai Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) Tahun Anggaran 2012 dengan berpedoman pada format Lampiran B.III Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. DPAL-SKPD disahkan oleh PPKD sebagai dasar pelaksanaan anggaran dan dalam rangka penyelesaian pekerjaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
-
Untuk penetapan jumlah anggaran yang disahkan dalam DPAL-SKPD masing-masing dilakukan sebagai berikut:
-
Penelitian terhadap penyebab keterlambatan penyelesaian pekerjaan, sepanjang penyebabnya diluar kelalaian Penyedia Barang/Jasa atau Pengguna Barang/Jasa, kegiatan tersebut dapat di DPAL-kan.Apabila keterlambatan penyelesaian pekerjaan disebabkan kelalaian Penyedia Barang/Jasa atau Pengguna Barang/Jasa maka tidak dapat di-DPAL-kan, sehingga kegiatan yang belum dilaksanakan dianggarkan kembali sesuai ketentuan yang berlaku.
-
Jumlah anggaran yang disahkan dalam DPAL setelah terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap:
-
Sisa DPA-SKPD yang belum diterbitkan SPD dan/atau belum diterbitkan SPM Tahun Anggaran 2012 atas kegiatan yang bersangkutan;
-
Sisa SPD yang belum diterbitkan SPM Tahun Anggaran 2012;
-
SP2D yang belum diuangkan.
-
-
-
Penganggaran beban belanja atas pelaksanaan kegiatan lanjutan yang telah dituangkan dalam DPAL-SKPD dimaksud, agar ditampung kembali di dalam perubahan APBD tahun anggaran berkenaan pada anggaran belanja langsung pos SKPD berkenaan.
Sebenarnya solusi ini cukup melegakan buat daerah (kabupaten/kota), namun bila kita cermati pada huruf d. bahwa DPAL ditampung dalam APBD Perubahan,
menyisakan pertanyaan. Apakah status kontraktual yang ada adalah
Kontrak Tahun Jamak? Kalau kontrak tahun jamak berarti harus melalui
prosedur persetujuan DPRD. Ini tentu memakan waktu tidak sebentar,
ditambah lagi proses penyusunan APBD Perubahan yang biasanya pada
pertengahan tahun
Selama
waktu berakhirnya masa kontrak sampai dengan persetujuan kontrak tahun
jamak dan APBD Perubahan, bagaimanakah status kontraktual antara
penyedia dengan PPK? Apakah pekerjaan harus terhenti atau diteruskan
meski status kontraktual belum dipastikan? Sementara pasal 13 Perpres
54/2010 tegas menyatakan bahwa PPK dilarang mengadakan
ikatan perjanjian atau menandatangani Kontrak dengan Penyedia
Barang/Jasa apabila belum tersedia anggaran atau tidak cukup tersedia
anggaran yang dapat mengakibatkan dilampauinya batas anggaran yang tersedia untuk kegiatan yang dibiayai dari APBN/APBD.
Bagaimana
apabila pekerjaan tidak boleh terhenti karena menyangkut hajat
masyarakat luas atau karena kondisi mendesak lainnya? Banyak lagi
pertanyaan yang tidak hanya cukup dijawab dengan Permendagri 37/2012
saja.
Banyaknya pertanyaan ini kemudian memaksa PPK sebagai pelaksana melakukan langkah-langkah akrobatik.
Apalagi sisa pekerjaan ternyata minor dengan persentase yang kecil. Bak
buah simalakama, pekerjaan dihentikan kemudian putus kontrak akan
berhadapan dengan tidak tercapainya output dan tidak terserapnya
anggaran. Disisi lain apabila dilanjutkan akan melanggar Undang-undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang mengamanatkan tahun anggaran berakhir pada tanggal 31 Desember dan pembayaran tidak boleh dilakukan sebelum barang/jasa diterima.
Seperti ungkapan Agus Kuncoro pada artikelnya Strategi Pengadaan dan Keuangan Pada Akhir Tahun Anggaran, PPK berhadapan dengan kondisi dimana setiap keputusannya berpotensi mengandung kesalahan, bahkan diamnya seorang PPK tanpa keputusan apapun juga merupakan sebuah kesalahan.
Yang
namanya akrobatik maka potensi patah tulang atau minimal keseleo pasti
ada. Umumnya PPK melakukan langkah kamuflase kondisi riil pekerjaan atau
bahasa populernya men-seratus persen-kan
pekerjaan pada batas akhir pembukuan keuangan daerah tanggal 21
Desember, sementara masa kontrak berakhir tanggal 31 Desember. Langkah
ini dilakukan terpenting agar bisa dibayar 100%. Kemudian menghindari
penyedia mangkir PPK memberanikan diri menahan sebagian pembayaran pada
rekening diluar rekening pemerintah. Langkah akrobatik yang
sungguh-sungguh membahayakan diri PPK karena banyaknya aturan yang
dilanggar.
Ada
banyak lagi langkah yang membahayakan PPK dari sisi hukum karena semua
berpotensi “menyimpang” dari aturan yang ada. Untuk itu sudah saatnya
memberikan ruang keputusan manajerial yang luas kepada PPK, sehingga
pengadaan barang/jasa tidak hanya soal hukum. Ruang ini ditingkat pusat
sudah dibuka dengan Perdirjen 37/PB/2012.
Kalau
soal Perdirjen tidak termasuk dalam hirarki hukum yang mengikat daerah,
bukankah tidak salah bila daerah mengadopsi langkah prosedural yang
berlaku diranah pusat untuk diterapkan dalam perangkat aturan daerah
seperti Perda atau perbup/perwali?
Untuk itulah dalam berbagai kesempatan P3I (Pusat Pengkajian Pengadaan Indonesia)
mengkampanyekan berbagai alternatif solusi akhir tahun, bahkan saat ini
telah dipercaya mendampingi berbagai instansi pusat dan daerah.
Strategi utamanya adalah maksimalisasi penyerapan anggaran,
maksimalisasi pencapaian output pembangunan dan mendorong efisiensi dan
efektifitas pengelolaan anggaran pembangunan. Dimana tujuan akhirnya
adalah memberikan pelayanan semaksimal mungkin kepada kepentingan
masyarakat.
Rekam jejak P3I terkait solusi akhir tahun diantaranya dapat diakses pada blog para pendiri seperti http://guskun.com, http://khalidmustafa.info, http://thomaspm.org dan lainnya.
Sedikit memberikan tawaran pemikiran tentang penyusunan kebijakan solusi akhir tahun bagi daerah dengan mencoba melakukan benchmark
Perdirjen 37/PB/2012 dan lengkapi dengan beberapa peraturan lain.
Semoga dapat menjadi inspirasi penyusunan peraturan di daerah untuk
membantu pencapaian output, outcame dan penyerapan anggaran. Belum
terlalu sempurna memang, karena itu tulisan ini akan terus
disempurnakan.
SIMULASI LANGKAH-LANGKAH AKHIR TAHUN UNTUK DAERAH
Pra Kondisi oleh PPK
-
Penetapan persyaratan Pekerjaan yang dapat diterapkan solusi akhir tahun
-
Fisik pekerjaan minimal 75% pada batas akhir kontrak;
-
Keterlambatan bukan berasal dari kelalaian penyedia atau pengguna dan/atau
-
Hasil pekerjaan tidak dapat ditunda dan menyangkut kepentingan/keselamatan masyarakat.
-
-
Penyedia dinilai mampu secara profesional menyelesaikan sisa pekerjaan dalam masa terakhir pengajuan SPM-LS pada BUD s/d masa keterlambatan 50 hari kalender.
Kondisi Akhir Tahun
-
Masa kontrak s/d 31 Desember 2012, batas pelaporan SPM-LS Daerah tanggal 21 Desember 2012 sehingga untuk masa 21 s/d 31 Desember 2012 :Langkah-Langkah
-
PPK melakukan penilaian progress pekerjaan sesuai dengan kemajuan fisik yang ada dan tertuang pada kontrak.
-
PPK melakukan penilaian kemampuan penyedia menyelesaikan pekerjaan hingga akhir kontrak.
-
PPK mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP), atas nilai kontrak/ bagian Kontrak yang belum dibayar, kepada PPKAD/BUD;
-
Berita Acara Kemajuan Pekerjaan atas pekerjaan yang sudah diselesaikan;
-
Jaminan Pembayaran sebesar kontrak/bagian kontrak yang belum selesai sesuai dengan klausul pembayaran pada dokumen kontrak dengan syarat:
-
Masa berlaku jaminan sampai dengan akhir kontrak.
-
Masa pengajuan klaim selama 30 (Tiga Puluh) hari sejak berakhirnya masa laku jaminan.
-
Diterbitkan oleh Bank Umum yang berlokasi dalam wilayah kerja KPPN bersangkutan; dan
-
Bersifat transferable
-
-
Surat kuasa (bermeterai cukup) kepada BUD untuk mencairkan jaminan pembayaran.
-
PPK melakukan konfirmasi dan klarifikasi tertulis terkait keabsahan dan bisa dicairkan kepada penerbit jaminan (bank umum) dilengkapi keterangan tertulis tentang hasil konfirmasi dan klarifikasi dari penerbit jaminan. Kemudian PPK membuat Surat pernyataan tentang keabsahan dan bisa dicairkannya jaminan dimana didalamnya PPK bertanggungjawab sepenuhnya apabila jaminan tidak dapat dicairkan.
-
Pembayaran dilakukan 100% termasuk pembayaran biaya pemeliharaan (retensi/jaminan pemeliharaan) dengan prosedur:
-
dengan catatan penyedia melampirkan fotocopy jaminan pemeliharaan yang telah disahkan PPK. Nilai jaminan sebesar 5% dari nilai kontrak dan masa berlakunya berakhir bersamaan dengan masa pemeliharaan serta mencantumkan tanggal dan nomor jaminan pada uraian SPM.
-
-
Jika pekerjaan selesai 100% s/d 31 Desember 2012
- Langkah-Langkah
- Membuat Berita Acara Serah Terima (BAST) I kemudian BAST1 diserahkan ke BUD;
- Penyedia menyerahkan jaminan pemeliharaan asli;
- Jaminan Pelaksanaan dikembalikan ke penyedia
- Jaminan Pembayaran dikembalikan ke penyedia
- Membuat Berita Acara Serah Terima (BAST) I kemudian BAST1 diserahkan ke BUD;
Jika pekerjaan tidak selesai s/d 31 Desember 2012. Pekerjaan tidak memenuhi syarat prakondisi.**
Langkah-Langkah
- Putus kontrak
- Jaminan pelaksanaan dicairkan & disetor ke kas daerah
- Pembayaran sesuai kondisi terpasang/ kontrak/bagian kontrak yang belum selesai sesuai klausul pada dokumen kontrak (setelah dikurangi angsuran pelunasan uang muka)
- Sanksi Daftar Hitam (Black list)
Jika pekerjaan tidak selesai s/d 31 Desember 2012. Pekerjaan memenuhi syarat prakondisi.**
Langkah-Langkah
- Bila Penyedia dipandang mampu, diberikan kesempatan untuk menyelesaikan sisa pekerjaan maksimal 50 hari keterlambatan. (Pasal 93 ayat 1 huruf a1 dan a2 Perpres 54/2010 dan seluruh perubahannya)
-
PPK melakukan penilaian progres pekerjaan sesuai dengan kemajuan fisik yang ada dan tertuang dalam dokumen kontrak dilampiri Berita Acara Kemajuan Fisik disesuaikan daftar simak BUD.
-
Perpanjangan masa laku Jaminan Pembayaran sampai dengan masa keterlambatan maksimal 50 hari.
-
PPK melakukan konfirmasi dan klarifikasi tertulis terkait keabsahan dan bisa dicairkannya jaminan kepada penerbit jaminan (bank umum) dilengkapi keterangan tertulis tentang hasil konfirmasi dan klarifikasi dari penerbit. Kemudian PPK membuat Surat pernyataan tentang keabsahan dan bisa dicairkannya jaminan dimana didalamnya PPK bertanggungjawab sepenuhnya apabila jaminan tidak dapat dicairkan.
-
-
Surat pernyataan rekanan (bermeterai cukup) yg memuat
- Sanggup menyelesaikan pekerjaan 100%
- Waktu yg diperlukan utk menyelesaikan pekerjaan (maks 50 hari kalender)
- Bersedia dikenakan denda keterlambatan
- Sanggup menyelesaikan pekerjaan 100%
-
Perpanjangan masa laku Jaminan Pelaksanaan sampai dengan masa keterlambatan maksimal 50 hari dengan masa klaim 14 hari kerja sejak jangka waktu penyelesaian sisa pekerjaan yang diberikan berakhir
-
Dikenakan denda keterlambatan sebesar 1/1000/hari selama masa keterlambatan.
-
Tidak dilakukan addendum kontrak
Jika pekerjaan selesai dalam masa keterlambatan**.
Langkah-Langkah
- PPK membuat BAST 1 dan menyerahkan ke BUD
- Penyedia membayar denda keterlambatan 1/1000/hari keterlambatan
- Penyedia menyerahkan Jaminan Pemeliharaan asli
- Jaminan Pembayaran dan Jaminan Pelaksanaan dikembalikan
Jika pekerjaan tidak bisa diselesaikan meski setelah masa keterlambatan yang disepakati antara PPK dan Penyedia**.
- Langkah-Langkah
- PPK melakukan pemutusan kontrak
- Jaminan pembayaran dan jaminan pelaksanaan dicairkan kemudian disetor ke kas daerah
- Penyedia dikenakan Sanksi Daftar Hitam (Black list)
- PPK melakukan pemutusan kontrak
Catatan :
*
Mekanisme mestinya diatur dalam Peraturan Bupati dengan semaksimal
mungkin merefer pada Perda Pokok-pokok Pengelolaan keuangan daerah.
**
Berisiko”menyimpang” dari UU No. 1/2004 tentang perbendaharaan negara
dan sudah diluar tahapan-tahapan yang diatur Perdirjen 37/PB/2012 namun
perpanjangan jaminan (Jaminan Pelaksanaan dan jaminan pembayaran)
melampaui tahun anggaran prinsipnya sama dengan Jaminan Uang Muka
(sebagai ganti diberikannya uang muka sementara prestasi pekerjaan maih
0%) dan jaminan Pemeliharaan (Jaminan Pemeliharaan dapat melampaui tahun
anggaran)
di sadur from ; samsulramli
Komentar
Posting Komentar