Dalam proses pengadaan barang dan jasa, salah satu tahapan yang paling krusial bagi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Penyusunan HPS akan menentukan proses penawaran oleh Penyedia barang dan jasa. Apabila HPS ditetapkan lebih mahal dari harga wajar maka akan menimbulkan potensi adanya kerugian negara atau biasa yang dianggap dengan pelembungan harga (mark-up) dan dianggap telah terjadi persekongkolan antara pejabat pengadaan dengan Penyedia barang. Akan tetapi, apabila ditetapkan lebih rendah dari harga wajar berpotensi untuk terjadinya tender gagal karena tidak ada penyedia barang yang berminat untuk mengikuti lelang pengadaan. Oleh karenanya, tulisan ini akan memberikan panduan dalam penyusunan HPS bagi PPK agar tidak terkena kasus mark-up dan lelang banyak penyedia yang berminat untuk mengikuti pelelangan.
Harga
Perkiraan Sendiri (HPS) adalah perhitungan biaya atas pekerjaan barang/jasa
sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam dokumen pemilihan penyedia
barang/jasa, dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang dapat
dipertanggung-jawabkan. Setiap pengadaan harus dibuat HPS kecuali pengadaan
yang menggunakan bukti perikatan berbentuk bukti pembayaran, jadi HPS digunakan
untuk pengadaan dengan tanda bukti perjanjian berupa dokumen kontrak arau SPK,
kuitansi, dan surat perjanjian.
Manfaat
Penyusunan HPS adalah :
·
Alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk
rinciannya;
·
Dasar untuk
menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah untuk pengadaan
·
Dasar untuk
negosisasi harga dalam ppengadaan langsung dan penujukan langsung ;
·
Dasar untuk
menetapkan besaran nilai jaminan penawaran ( 1-3 % dari HPS )
Contoh :
Nilai HPS suatu pekerjaan
misalkan sebesar Rp. 1.000.000.000,-, Panitia pengadaan, menetapkan besarnya
jaminan penawaran, misalkan sebesar 2% dari HPS/OE. Ini berarti penyedia
barang/jasa harus menyampaikan jaminan penawaran senilai Rp. 20.000.000,-
(berapapun harga penawaran yang disampaikan untuk pekerjaan tersebut)
e. dasar untuk menetapkan
besaran nilai Jaminan Pelaksanaan bagi penawaran yang nilainya lebih rendah
dari 80% (delapan puluh perseratus) nilai total HPS.
CONTOH :
Nilai HPS suatu pekerjaan
misalkan sebesar Rp. 10.000.000.000,- Penyedia barang/jasa menyampaikan
penawaran harga (setelah terkoreksi) sebesar Rp. 7.000.000.000,- atau 70% dari
HPS/OE. Kalau tanpa tambahan jaminan pelaksanaan, jumlah jaminan pelaksanaan =
5% x HPS= 5% x Rp. 10.000.000.000,- = Rp. 500.000.000,-.
Penyusunan
HPS dikalkulasikan berdasarkan keahlian dan data-data yang bisa
dipertanggungjawabkan. Data yang dipakai untuk menyusun HPS meliputi:
1.
Harga pasar setempat yaitu harga barang dilokasi
diproduksi/diserahkan/dilaksanakan, menjelang dilaksanakan pengadaan barang
2.
informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara
resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS);
3.
informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara
resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan;
4.
daftar biaya/tarif Barang yang dikeluarkan oleh
pabrikan/distributor tunggal;
5.
biaya Kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan
dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya;
6.
inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan
dan/atau kurs tengah Bank Indonesia;
7.
hasil perbandingan dengan Kontrak sejenis, baik
yang dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain;
8.
norma indeks; dan/atau informasi
lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk pemilihan Penyedia
secara internasional, penyusunan HPS menggunakan informasi harga barang/jasa
yang berlaku di luar negeri.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
menyusun HPS adalah :
- HPS telah memperhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN); dan
- HPS memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead yang dianggap wajar
bagi Penyedia;
- HPS tidak boleh memperhitungkan biaya tak terduga, biaya lain-lain dan
Pajak Penghasilan (PPh) Penyedia.
- Nilai total HPS terbuka dan tidak rahasia.
- Rincian HPS bersifar rahasia
- Riwayat HPS harus didokumentasikan secara baik.
- HPS tidak dapat digunakan sebagai dasar perhitungan kerugian negara;
- Tim Ahli dapat memberikan masukan dalam penyusunan HPS;
Dalam penetapan HPS harus memperhatikan jangka waktu penggunaan HPS, hal ini terkait dengan tingkat keakuratan data-data barang baik spesifikasi maupun harga. Oleh karena itu HPS ditetapkan :
- paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir
pemasukan penawaran untuk pemilihan dengan pascakualifikasi; atau
- paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir
pemasukan penawaran ditambah dengan waktu lamanya prakualifikasi untuk
pemilihan dengan prakualifikasi.
Sesuai dengan istilahnya bahwa HPS adalah perkiraan dan patokan semata sehingga
yang paling mendasar dalam penyusunan HPS adalah bagaimana penyusun memahami
karakteristik barang/jasa yang diadakan dan kecenderungan harga.
Pejabat PPK melakukan Mark up?
Bagi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sebagai pejabat yang menyusun dan
menetapkan HPS ibarat makan buah simalakama. Yang mana apabila HPS lebih mahal
dari harga pasar berpotensi MARK-UP, namun jika lebih rendah atau sama dengan
harga pasar berpotensi tidak ada yang berminat untuk mengikuti lelang.
Dampaknya adalah adanya gagal lelang dengan kata lain akan memperpanjang waktu
pengadaan barang dan jasa.
Mengapa PPK menetapkan harga diatas harga pasar?. Berdasarkan pasal 26 Perpres 16
tahun 2018 jo Perpres 12 tahun 2021 dan Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang.Jasa
Pemerintah melalui Penyedia ; HPS disusun dengan memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead yang
dianggap wajar. Kewajaran yang dimaksud ini tanpa dibatasi nilai tertentu
sehingga bagi PPK tentu secara aturan tidak salah jika menambah nilai
keuntungan dengan prosentase atau nominal tertentu.
Jika semata-mata untuk menambah nilai keuntungan bagi penyedia tentu ini alasan
yang tidak tepat, tetapi harusnya penambahan nilai keuntungan lebih ditekankan
untuk menambah minat penyedia barang dan jasa untuk berkompetisi dalam
pengadaan barang/jasa.
Misalnya berdasarkan daftar harga
yang di publikasikan oleh toko online bukalapak.com , harga komputer yang
tertera untuk satu spesifikasi tertentu seharga Rp.12.000.000,-. Berdasarkan
harga tersebut, apabila PPK yang bertugas pada satuan kerja berlokasi di Bandung,
akan menyusun HPS untuk pengadaan 200 unit komputer, berapa nilai HPS yang akan
ditetapkan?
Rumus sederhana untuk menghitung HPS adalah
Harga satuan = analisa harga + keuntungan wajar
HPS sblm PPN = Harga satuan x volume
HPS = HPS sblm PPN + (HPS sblm PPN x 10%)
Berdasarkan rumusan tersebut, penyusunan HPS harus memperhitungkan komponen
keuntungan wajar. Berapa batasan keuntungan yang wajar? Tentu PPK menetapkan
dengan pertimbangan menghindari markup dan kurangnya minat penyedia. Definisi
Mark-up adalah perbedaan antara biaya untuk menyediakan produk atau jasa,
dengan harga jualnya. Tidak sama dengan marjin laba.
Pada dasarnya daftar harga yang dipublikasikan oleh sumber informasi yang
berasal dari toko tentu sudah terdapat unsur keuntungan. Apabila dalam
penyusunan HPS ditambah lagi dengan keuntungan, berdasarkan definisi diatas,
dapat masuk dalam kategori markup.
Jika PPK menetapkan nilai keuntungan yang wajar adalah 5% dari harga yang
dipublikasikan, berdasarkan contoh kasus diatas maka total HPS adalah
Harga satuan = 12.000.000 +
(5%x12.000.000)
Harga satuan = 12.000.000 + 600.000
Harga satuan = 12.600.000,-
HPS sebelum PPN = 12.600.000 x 200 unit
HPS = 2.520.000.000
Dalam komponen HPS terdapat nilai uang sebesar Rp.600.000,- x 200 =
120.000.000,- sebagai nilai keuntungan disediakan untuk calon penyedia barang.
Darimana cara kita memandang nilai kewajaran, margin 5% atau total nilai
tambahan keuntungan Rp.120.000.000,-.
Bersalahkah PPK ?
Bandung,
Senin yang cerah, 21 Maret 2022
Komentar
Posting Komentar