ASN MILENIAL YANG SMART DAN AKUNTABEL; Cita-Cita dan Harapan

 


Oleh

Budy Hermawan

Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan komponen penting dalam tata laksana kegiatan pemerintahan. Diantara komponen terpenting yang harus dimiliki adalah integritas dan profesionalisme ASN. Karena dua hal tersebut seringkali dipertanyakan masyarakat. Gambaran ASN identik dengan “suka- suka”, tapi anehnya membuat banyak di antara masyarakat berambisi untuk diterima sebagai ASN, bahkan untuk itu terdapat mempergunakan lika-liku cara. diatas sebagai jawabannya, maka pemerintah Republik Indonesia saat ini sedang fokus membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki integritas untuk mengisi era revolusi industri 4.0 (Sunaryo & Cicellia, 2014). Demikian, juga dibidang penataan manajemen kepegawaian menyiapkan ASN milenial yang mempunyai integritas, etika dan profesional di era industri 4.0 ini. Strategi mendapatkan ASN berintegritas melakukan rekruitmen Calon Pegawai Negeri Sipil [CPNS] berbasis Computer Assisted Test [CAT]. Pada era industri 0.4 berbasis digital memerlukan regulasi yang tepat dalam melayani konsumen lebih cepat, lebih mudah dan lebih murah. Karena itulah Kementrian Pendayagunaan   Aparatur   Negara   dan   Reformasi   Birokrasi (Kemenpan RB) menargetkan separuh dari Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah generasi milenial pada 2024 yang diharapkan mempunyai kompetensi memadai (Ramadhon, 2014).

Upaya untuk mewujudkannya beberapa sistem diberlakukan untuk meningkatkan minat generasi milenial menjadi pelaksana memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Sebagai ASN milenial, sangat terikat dengan sumpah dan janji yang diucapkan ketika diangkat menjadi ASN atau pada saat disumpah untuk memegang jabatan tertentu. Seorang ASN juga terikat dengan Kode Etik yang diberlakukan di mana ia bekerja, ketika seorang ASN melanggar kode etik, maka integritasnya di pertanyakan. Tidak hanya itu seorang ASN juga terikat dengan PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, ketika melanggar aturan ini maka seorang ASN bisa dianggap tidak berintegritas dan kena sanksi. Integritas ASN sangat erat hubungannya dengan ahlak kerja pegawai. Ahlak pegawai maksudnya setiap tingkah laku, tindakan yang dilakukan oleh PNS atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Secara tegas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara [UU ASN], menyebutkan bahwa Pegawai ASN diserahi tugas untuk melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu, maka perlu dibangun Aparatur Sipil Negara yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar  Negara Republik  Indonesia Tahun 1945.

Integritas ASN milenial merupakan ciri sebagai pelayan masyarakat yang profesional, sebagaimana disampaikan Menteri LHK, Siti Nurbaya, ASN wajib memiliki tujuh ciri-ciri public life principles, yaitu tidak berpikir untuk sendiri (selflessness), integritas (integrity), obyektif (objectivity), akuntabel (accountability), terbuka (openness), kejujuran (honesty), dan kepemimpinan (leadership). “Tidak berpikir untuk sendiri artinya mengutamakan kepentingan publik, dan tidak berbuat dalam rangka memperoleh keuntungan material untuk dirinya sendiri, keluarga atau teman-temannya. Sedangkan integritas yaitu tidak terikat pada ikatan diluar kantor dalam bentuk ikatan finansial, ataupun kewajiban lainnya yang dapat mempengaruhi didalam menjalankan kewajibannya”,. Kenapa pentingnya integritas bagi ASN milenial khususnya dan setiap ASN umumnya ? Karena integritas merupakan salah satu atribut terpenting/kunci yang harus dimiliki seorang pemimpin. Integritas adalah suatu konsep berkaitan dengan konsistensi dalam tindakan-tindakan, nilai-nilai, metode-metode, ukuran- ukuran, prinsip-prinsip, ekspektasi-ekspektasi dan berbagai hal  yang dihasilkan.  Orang berintegritas berarti memiliki pribadi yang jujur  dan memiliki karakter kuat. Integritas itu sendiri berasal dari kata Latin “integer”, yang berarti:

 

1.            Sikap yang teguh mempertahankan prinsip , tidak mau korupsi, dan menjadi dasar yang melekat pada diri sendiri sebagai nilai-nilai moral;

2.            Mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan  yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran.

 

ASN PROFESIONAL

ASN bukan lagi sebuah pekerjaan tetapi merupakan sebuah profesi. Untuk itu ASN diharapkan untuk menjadi diharapkan untuk menjadi ASN yang profesional. Apa itu profesional? Profesional adalah orang yang mempunyai kompetensi-kompetensi tertentu yang menjadi dasar kinerjanya. Dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara  (ASN)  disebutkan bahwa  ASN  harus  mempunyai  kompetensi.  Pertama, Kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan spesialisasi pendidikan, pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman bekerja secara teknis. Kedua, Kompotensi manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan struktural atau manajemen, dan pengalaman kepemimpinan kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan struktural atau manajemen, dan pengalaman kepemimpinan. Dan ketiga , kompetensi sosial kultural yang diukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan.

Ada beberapa teknik menurut pengalamn saya untuk bisa menjadi ASN profesional. Pertama, pola pikir. Apa itu pola pikir ? Pola pikir adalah cara berpikir atau perspektif tertentu terhadap sesuatu. Sebagai seorang ASN saya rasa pola pikir menjadi sangat penting. Cara pandang kita dalam menyelesaikan pekerjaan dan tugas sehari-hari, atau dalam menghadapi suatu masalah menjadi kunci keberhasilan .Pola pikir ini dapat kita asah secara terus untuk meningkatkan diri. Keinginan untuk terus mau belajar. Berpola pikir kreatif, tidak hanya menunggu perintah atasan, tetapi bekerja sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Berpola pikir untuk menemukan cara guna  meningkatkan kualitas diri, salah satun  nya dengan mengikuti pelatihan-pelatihan baik untuk keahlian  yang telah dikuasai ataupun untuk hal-hal baru . Pola pikir terbuka adalah pola pikir yang maju. Salah satu contohnya adalah ketika menghadapi masalah. Saat menghadapi masalah tidak melihatnya sebagai masalah tetapi sebagai sebuah tantangan. Hal ini dapat dikatakan seperti sebuah gelas. Jangan pernah berpikir gelas kita penuh tetapi berpikirlah untuk memindahkan air kedalam gelas atau botol yang lebih besar. Gelas atau botol yang lebih besar akan menyisakan ruang untuk lebih banyak pengetahuan. Pola pikir yang maju menjadikan kita profesional dalam pekerjaan.

Kedua, observasi. Dalam dunia kerja sangat diperlukan observasi untuk bisa memahami situasi di sekitar  yang sedang terjadi. Dengan melakukan observasi akan lebih peka untuk melihat sesuatu yang mungkin akan berpotensi menjadi suatu masalah. Observasi dapat dikatakan sebagai suatu tindakan untuk pencegahan risiko dan perbaikannya. Ketiga, berani mencoba. Saat mendapat penugasan baru, Bidang baru tentu saja mempunyai tantangan tersendiri. Proses untuk cepat belajar dan cepat beradaptasi sangat diperlukan. Sejak awal ASN harus siap untuk ditempatkan di mana saja, menjadikan motivasi dalam bekerja di tempat baru. Keempat, bertanya dan belajar dari senior. Pengalaman dari para senior dapat kita jadikan pelajaran dan pengetahuan yang mungkin tidak bisa kita dapatkan di bangku kuliah. Pelajaran dibangku kuliah biasanya hanya bersifat teori-teori yang adakalanya pada saat di dunia kerja akan berbeda jauh. Dengan bertanya dan belajar dari senior kita akan dengan cepat menguasai bidang pekerjaan kita. Selain itu transformasi pengetahuan juga berguna untuk regenerasi sumber daya manusia di lembaga atau instansi. Kelima, tekad yang kuat. Ketika kita mempunyai keinginan yang kuat, di situlah ada jalan. Tekniknya adalah menempatkan keinginan itu ke arah yang benar akan membantu mempercepat mencapai tujuan. Kita hanya memerlukan untuk menemukan cara yang sesuai untuk kita. Keenam,  evaluasi diri.  Evaluasi  diri  ini  sangat  diperlukan.  Saya  dapat mengukur apa saja yang telah saya capai dalam pekerjaan saya sebagai ASN dan apa saja kekurangan saya selama bekerja. Syukuri apa saja prestasi-prestasi yang telah berhasil diraih serta tentukan target selanjutnya yang ingin dicapai.

 

 MENGHASILKAN  ASN PROFESIONAL, BERINTEGRITAS DAN MELAYANI

Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan komponen penting dalam tata laksana kegiatan pemerintahan. Sebagai salah satu komponen terpenting, profesionalisme ASN seringkali dipertanyakan. Gambaran ASN identik dengan nyantai, kaya membuat banyak di antara masyarakat berambisi untuk diterima sebagai ASN, bahkan untuk itu banyak yang mempergunakan lika liku cara. Gaji teratur, waktu bebas, hari tua jelas merupakan sebagian daya tarik menjadi ASN. Tapi apakah  kondisi  seperti  itu  yang  diharapkan  masyarakat  dari  ASN   ?   Maka jawabanya adalah tidak. Masyarakat senantiasa butuh pelayanan maksimal dalam segala hal menyangkut kegiatan kemasyarakatan. Harapan ini tidak akan terwujud apabila tidak ada keteraturan dan disiplin   dalam kegiatan kerja ASN . Sesungguhnya, ketika ditanya kepada ASN mengapa bisa terjadi demikian dalam hal disiplin dan kinerja, maka ASN bisa saja beralasan tentang kesejahteraan dan sejenisnya yang menurut mereka juga belum  mampu mencukupi akomodasi kehidupan mereka. Tentunya pemerintah juga harus memberikan perhatian khusus terkait hal tersebut, agar ASN dapat melakukan segala pekerjaannya dengan baik sesuai dengan harapan masyarakat. Berdasarkan tren saat ini banyaknya cpns yang mundur dari statusnya dikarenakan salah satu pentebabnya adalah kecilnya gaji yang akan mereka terima.  https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-6098196/cpns-paling-banyak-mengundurkan-diri-di-kementerian-perhubungan

Ada banyak faktor yang mempengaruhi profesionalisme ASN (baik PNS maupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja). Berbagai faktor ini saling terkait. Seringkali dikatakan faktor penyebab rendahnya profesionalisme PNS adalah rendahnya gaji, sehingga para pegawai berusaha untuk mendapatkan penghasilan tambahan melalui pekerjaan yang dilakukannya. Berbagai perubahan secara menyeluruh sesungguhnya telah diatur. Salah satu perubahan pokok diletakkan di dalam UU No 5 Tahun 2014 yang isinya memperbaiki sistem pengajian dan sistem jaminan sosial pegawai ASN. Selain itu UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN menempatkan pegawai ASN (PNS dan PPPK) sebagai aset negara, bukan beban negara. Jika mengacu kepada UU No 5 Tahun 2014, maka gaji ASN akan diberikan berdasarkan beban kerja, risiko pekerjaan, tanggung jawab jabatan dan capaian kinerja yang disepakati. Kemudian, jaminan sosial ASN akan diberikan untuk mencapai dua tujuan utama yaitu menjamin produktivitas ASN semasa aktif mrnjabat dan menjalankan tugas pelayanan, pembangunan dan pemerintahan; tetapi juga sebagai hak, penghargaan dan perlindungan jaminan pengasilan pada saat tidak lagi menjadi ASN atau sudah pensiun.

 

 

 

KORELASI INTEGRITAS DAN PROFESIONALISME

Belajar dari modul “Integritas Untuk Umum” , KPK RI menekankan bahwa didefinisi integritas secara umumnya adalah bertindak secara  konsisten sesuai dengan apa yang dikatakan. Tentu saja, hal ini tercermin dengan nilai-nilai yang terkandung didalamnya yaitu jujur, disiplin dan bertanggung jawab. Jika dikaitkan dengan pekerjaan kita sehari-hari, maka etos kerja yang mandiri, kerja keras dan sederhana menjadi cerminan dari seorang pegawai yang berintegritas. Mungkin banyak dari kita bertanya-tanya mengapa integritas sangat sekali diperlukan dalam melakukan  pekerjaan  kita?  Jawabannya  sangat  sederhana,  hal ini  dikarenakan integritas memiliki korelasi yang sangat kuat dengan dedikasi dan upaya untuk mencapai tujuan dalam suatu oganisasi. Seorang pegawai yang berintegritas tidak akan mudah tertarik dalam penyalahgunaan wewenang, melanggar hukum/aturan, dan  melakukan  kegiatan  yang  melanggar  kode  etik  dan kode perilaku dalam bekerja. Komitmen dan loyalitas menjadi hal yang sangat penting bagi pegawai yang berintegritas dalam melaksanakan  pekerjaannya, bukan terhadap orang yang menjabat namun terhadap institusi tempat pegawai tersebut bekerja .

 

PNS MILENIAL DALAM ERA DIGITAL

 

PNS (Pegawai Negeri Sipil) adalah warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat dan diangkat oleh pejabat yang berwenang untuk diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri. Sesuai dengan UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, didefinisi PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan. Dalam bahasa Inggris, PNS disebut dengan Civil Servant, yang mana jika diartikan secara harafiah bermakna Pelayan Publik. Sesuai dengan namanya, PNS mempunyai tugas utama yaitu melayani kepentingan publik atau rakyat. Berdasarkan Keputusan Menpan No. 63 tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, hakekat pelayanan publik yakni pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Pernyataan tersebut didukung dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, bahwa pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dan koorporasi yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang (Hayat, 2014).

Memasuki Era Digital, tuntutan pelayanan publik yang berkualitas dan responsif semakin tinggi. Dalam kondisi perkembangan masyarakat yang dinamis, Negara diharapkan memberikan pelayanan publik yang lebih profesional, efektif, transparan, dan tepat waktu. PNS sebagai Aparatur Sipil Negara dituntut untuk mampu memaksimalkan kapasitas yang dimiliki, kemudian mengaplikasikan ke dalam tugas pokok dan fungsi sebagai sosok pelayan yang responsif terhadap keinginan dan kebutuhan masyarakat. Singkatnya, kualitas pelayanan publik di era digital ini pengaruhi oleh kompetensi yang dimiliki oleh PNS.

PNS milenial merupakan kelompok generasi kelahiran antara tahun 1980 hingga 2000an yang menjadi abdi negara saat ini. Ciri khas dari generasi milenial ini adalah memiliki kepribadian yang terbuka, rasa ingin tahu yang tinggi, multitasking, sangat kreatif, serba praktis, serta bergantung pada kemajuan teknologi dan informasi. Generasi milenial adalah generasi yang tumbuh beriringan dengan  hadirnya  sebagai  produk  teknologi.  Generasi  milenial  tumbuh  seiring dengan pesatnya pertumbuhan digital sehingga generasi milenial kerap disebut juga dengan Digital Nitizen yakni pengguna internet yang aktif berkomunikasi, mencari informasi dan hiburan dalam dunia virtual. Hal tersebut menunjukkan eratnya hubungan generasi milenial dengan digital, sehingga bukanlah suatu ekspektasi berlebihan jika PNS Milenial dituntut untuk mampu menguasai teknologi untuk mendukung peningkatan pelayanan publik. Tuntutan ini sejalan dengan Perpres No.95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang menyatakan bahwa untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, transparan, dan akuntabel   serta pelayanan publik yang berkualitas dan terpercaya diperlukan sistem pemerintahan berbasis elektronik. Untuk mendorong percepatan  SPBE  tersebut,   kompetensi PNS  khususnya  dari  generasi  milenial menjadi salah satu kunci  keberhasilandalam melaksanakan pemerintahan berbasis elektronik (Prasodjo & Rudita, 2014).  Dalam pidatonya di acara Precidential Lecture pada tanggal 25 Juli 2019, Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia Kabinet Kerja, Bambang Brodjonegoro menyampaikan PNS harus dapat memenuhi empat tuntutan masyarakat dalam penerapan SPBE atau e-goverment. Pertama, menerapkan smart goverment melalui optimalisasi penggunaan teknologi informasi dan digitalisasi. Kedua,  penerapan open  goverment dimana output PNS  dapat diketahui publik dan dampaknya dirasakan langsung oleh masyarakat luas. Ketiga, big data driven policy dimana media sosial menjadi refleksi tuntutan publik kepada pemerintah. Keempat, cultural shifting atau pergeseran budaya karena tuntutan zaman yang mana PNS harus memposisikan diri sebagaimana pekerja  di  sektor swasta. Jika anda tidak memberikan yang terbaik, Anda bisa bangkrut atau anda bisa dipecat, artinya culture shifting menunjuk anda untuk selalu memberikan yang terbaik dalam berbagai hal (Nurprojo, 2014).

PNS Milenial harus menjadi “mesin” birokrasi yang menggerakkan berbagai sumber daya yang tersedia untuk mewujudkan tujuan dan sasaran pemerintahan. Sebagai PNS Milenial yang hidup di era digital diharapkan mampu menerapkan dan beradaptasi dengan tuntutan zaman modern.

Bandung, 30 Mei 2022

Komentar