PROXI WAR

 

Oleh

Budy Hermawan


Sejarah perkembangan perang di dunia selalu berkaitan dengan suatu peristiwa peperangan, penaklukan, kekuasaan, ekspansi dan invasi suatu negara terhadap negara lain. Negara-negara yang mempunyai kekuatan akan memungkinkan untuk menaklukan wilayah negara lain untuk kepentingan politik, ekonomi, dan sosial. Terjadinya Perang Koalisi bukan merupakan suatu hal yang terjadi secara tiba-tiba, namun itu merupakan akhir dari suatu proses pengangkatan Napoleon menjadi kaisar Perancis. Perkembangan negara Perancis yang dipimpin oleh Kaisar Napoleon membuat situasi politik di kawasan Eropa semakin memanas dengan diwarnai ketegangan yang mendorong terjadinya perang koalisi. Perancis bergerak di hampir seluruh kawasan Eropa melawan negara-negara yang dianggap penting dan strategis. Hal ini diakibatkan adanya ambisi Napoleon untuk menaklukan kawasan Eropa dan menjadikan Perancis sebagai negara yang paling kuat di Eropa. Melatarbelakangi sejarah perang Proxy di dunia merupakan sebuah bentuk konflik antara dua negara, atau aktor non-negara, yang bertindak atas nama atau dengan arahan dari pihak yang tidak terlibat secara resmi dalam konflik tersebut. Untuk bisa dianggap sebagai proxy war, sebuah pihak yang berkonflik harus memiliki hubungan langsung yang sifatnya jangka panjang dengan aktor eksternal. Hubungan ini bisa berbentuk pendanaan, pelatihan militer, penyediaan senjata, serta bentuk dukungan lainnya yang dibutuhkan untuk membantu upaya perang. Dalam Perang Dingin, Proxy War menjadi metode yang digunakan baik oleh Amerika Serikat maupun Uni Soviet untuk menyebarluaskan pengaruh dan menjalankan kepentingan masing-masing tanpa harus mengalami benturan secara langsung. Hal ini didasari keyakinan bahwa konflik langsung antara Amerika dan Soviet dapat berujung pada perang nuklir. Hakekat dari perang adalah karakter politis peperangan masa depan dan tujuan akhir politiknya.

Perang atau konflik yang terjadi sebagai Proxy War telah berlangsung sejak zaman dahulu. Pada masa sebelum Perang Dunia I dan Perang Dunia II secara total lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan Proxy War yang terjadi dimasa Perang Dingin (Cold War) dan sebagian dari Proxy War tersebut tertulis dalam buku sejarah dan politik, bahwa terdapat dua aktor penting pelaku perang proxy. Proxy War yang dilakukan oleh suatu negara besar kepada sekelompok individu yang bukan merupakan aktor negara (non state actors) dan aktor negara (state actors). Semua konflik, insurjensi, perang, dan perang sipil tersebut memiliki tendensi kepada kekuasaan (power). Proxy War adalah sebuah konfrontasi antara dua kekuatan besar dengan menggunakan pemain pengganti untuk menghindari konfrontasi secara langsung dengan alasan untuk mengurangi risiko konflik langsung yang berisiko pada kehancuran fatal.

a. Sebenarnya sejarah perang sudah cukup lama, ternyata orang-orang Indian sebagai penduduk asli Amerika sudah melaksanakan taktik gerilya yang merupakan pengaplikasian/perwujudan dari peperangan jauh sebelum orang kulit putih yang pertama kali menginjakkan kakinya di Amerika Utara. Di wilayah Asia sendiri yang merupakan negara-negara dunia ketiga diakui bahwa Mao Ze Dong merupakan salah satu pakar dari peperangan ini. Dengan ide-idenya dia mencoba untuk melawan pemerintahan Chiang Kai Shek. Teori dasar Mao tentang perang ini ternyata diadopsi atau dimodifikasi oleh beberapa pakar insurgensi lainnya seperti Che Guevera di Cuba dan Ho Chi Min di Vietnam namun disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat.

b. Uni Soviet pada waktu itu juga sudah mencoba mengintegrasikan taktik perang non konvensional seperti misalnya gerakan gerilya, spionase subversi dan lainlain kedalam taktik konvensional. Pengalaman mereka terbukti pada saat Nikita Khruschev seorang pemimpin komunis dari Ukraine berhasil membentuk partisan bawah tanah melawan Nazi. Inilah yang dimaksudkan dengan "Perang Total" bagi mereka. Pasukan gerilya ini merupakan gambaran dari si miskin atau pihak tertindas yang memiliki tujuan politis. Karakter tersebut pada perang gerilya sebagai sarana utama peperangan masa depan yang mengandung tujuan politik ini sangat penting bahwa tanpa tujuan politik peperangan masa depan akan gagal. Memang hakekat dari perang gerilya adalah karakter politis peperangan masa depan dan tujuan akhir politiknya.

 

Seiring dengan perkembangan teknologi, sifat dan karakteristik perang telah bergeser, dimana saat ini kemungkinan terjadinya perang konvensional antar dua negara semakin kecil. Perang masa kini yang terjadi dan perlu diwaspadai oleh Indonesia, salah satunya adalah proxy war. Proxy war tidak melalui kekuatan militer, tetapi perang melalui berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Baik melalui politik, melalui ekonomi, sosial budaya, termasuk hukum. Proxy war merupakan sebuah konfrontasi antar dua kekuatan besar dengan menggunakan pemain pengganti untuk menghindari konfrontasi secara langsung dengan alasan mengurangi risiko konflik langsung yang berisiko pada kehancuran fatal.

Sifat dan karakteristik perang telah bergeser seiring dengan perkembangan teknologi. Kemungkinan terjadinya perang konvensional antar dua negara dewasa ini semakin kecil. Namun, adanya tuntutan kepentingan kelompok telah menciptakan perang-perang jenis baru, diantaranya perang asimetris, perang hibrida dan perang Proxy. Perang Asimetris adalah perang antara belligerent atau pihak-pihak berperang yang kekuatan militernya sangat berbeda. Akibat adanya perbedaan besar dalam kekuatan militer itu, pihak yang lemah tentu tidak akan secara konvensional dan terang-terangan melakukan perlawanan kepada pihak lawan, namun akan menggunakan teknik-teknik baru diluar kebiasaan dan aturan yang berlaku untuk melemahkan kekuatan lawan. Salah satu cara yang dilakukan melalui teknik gerilya. Perang Hibrida atau kombinasi merupakan perang yang menggabungkan teknik perang konvesional, perang asimetris dan perang informasi untuk mendapatkan kemenangan atas pihak lawan.

Pada saat kondisi kuat, maka perang konvesional dilakukan untuk mengalahkan pihak lawan, namun pada saat situasi kurang menguntungkan maka cara-cara lain dilakukan untuk melemahkan pihak musuh. Berbagai cara tersebut dapat berupa penyebaran informasi yang menjatuhkan citra dan kewibawaan musuh, menyelenggarakan black campaign terhadap musuh, atau penyusupan ke dalam pihak lawan yang kesemuannya bertujuan akhir untuk menghancurkan kekuatan musuh. Sedangkan Perang Proxy atau Proxy War adalah sebuah kronfrontasi antara dua kekuatan besar dengan menggunakan pemain pengganti untuk menghindari konfrontasi secara langsung dengan alasan untuk mengurangi resiko konflik langsung yang beresiko pada kehancuran fatal. Biasanya pihak ketiga yang bertindak sebagai pemain pengganti adalah negara kecil, namun kadang juga bisa non state actors yang dapat berupa LSM, Ormas, kelompok masyarakat atau perorangan. Singkatnya Proxy War merupakan kepanjangan tangan dari suatu negara yang berupaya mendapatkan kepentingan strategisnya namun menghindari keterlibatan langsung suatu perang yang mahal dan berdarah. Melalui Proxy War ini tidak dapat dikenali dengan jelas siapa kawan dan siapa lawan karena musuh mengendalikan non state actors dari jauh. Negara musuh akan membiayai semua kebutuhan yang diperlukan oleh non state actors dengan imbalan mereka mau melakukan segala sesuatu yang diinginkan penyandang dana untuk memecah belah kekuatan musuh. Motif Proxy War yang dilakukan oleh negara-negara besar dalam beberapa kasus adalah:

a. Kekuasaan atas politik dan isu keamanan (security).

b. Ekonomi baik menggunakan hard power dan soft power.

Pada masa perang dingin yang penuh dengan nuansa statism, self-help, dan survival maka masing-masing negara mementingkan isu keamanan (security). Kepentingan keamanan sekaligus juga kepentingan politik sehingga proxy yang dilakukan berkaitan dengan dua isu tersebut (high politics).

     Perang Proxy dilakukan dengan menggunakan kelompok-kelompok lokal suatu negara yang berasal dari aktor negara maupun non negara. Penguasaan politik maupun militer tersebut tidak terlepas dari kepentingan negara-negara besar (major powers) baik dalam kerangka pertarungan kekuasaan (struggle for power) atau pertarungan pengaruh (the power of influence). Pola konflik bersenjata saat ini mengalami perubahan yang signifikan sehingga memengaruhi kecenderungan bentuk konflik kontemporer di dunia. Hal ini disebabkan adanya perkembangan teknologi militer, keinginan untuk mengurangi jatuhnya korban, biaya perang yang tinggi dan semakin ketatnya penerapan kaidah-kaidah hukum dan konvensi internasional. Pola untuk menguasai ruang tidak lagi dilakukan secara frontal, melainkan dilakukan dengan cara-cara nonlinier, tidak langsung, dan bersifat Proxy War.

 

Bandung,   Mei 2022

 

 

 

 


Komentar