Birokrasi Pemerintahan di era 4.0

 

 

 Oleh ; Budy Hermawan

Birokrasi merupakan suatu sistem pengorganisasian negara dengan tugas yang sangat kompleks dan hal ini jelas memerlukan pengendalian operasi manajemen pemerintahan yang baik. Sangatlah disayangkan, apabila kerja rutinitas aparat birokrasi sering menyebabkan masalah baru yang menjadikan birokrasi statis dan kurang peka terhadap perubahan lingkungan bahkan terkesan cenderung resisten terhadap pembaharuan.

Kondisi seperti ini seringkali memunculkan potensi praktek maladministrasi yang mengarah pada korupsi, kolusi, dan nepotisme. Bermula dari kondisi tersebut maka pemerintah pusat maupun daerah perlu segera melakukan reformasi birokrasi yang tidak hanya pada tataran komitmen saja tetapi juga dibandingkan dalam tataran kehidupan nyata  Sebagai penyelenggara negara dan pelayan masyarakat. Dalam perkembangannya birokrasi dihadapkan kepada berbagai tantangan yang lebih banyak  dipengaruhi oleh perubahan lingkungan strategis yang cepat serta dipacu oleh pesatnya ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi serta informasi yang berimplikasi kepada orientasi dan kinerja birokrasi yang dituntut untuk lebih profesional dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Pengelolaan pelayanan dan meningkatkan kualitas pembangunan bagi masyarakat merupakan tujuan dari terselenggaranya birokrasi pemerintahan yang efektif, sehingga birokrasi pemerintahan pada kontek ini menjadi alat dalam pencapaian tujuan dimaksud.

Keberadaan birokrasi pemerintahan sebagai personifikasi negara secara umum akan selalu dihadapkan kepada:

1. Jaminan Pertahanan dan Keamanan Negara

2. Pemeliharaan Ketertiban dan kondusifitas masyarakat dan negara

3. Distribusi perlakuan yang adil

4. Pelayanan Masyarakat

5. Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat

6. Peningkatan kapasitas ekonomi dan kemandirian

 

Tantangan birokrasi pemerintahan yang dipengaruhi oleh lingkungan strategis pemerintahan secara internal akibat pengaruh lingkungan global berupa: globalisasi ekonomi feodal, paradigma  pemerintahan dan desentralisasi, kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi dan informasi, HAM, demokratisasi dan perubahan lingkungan dan lain sebagainya. Sedangkan tantangan internal akibat pengaruh lingkungan nasional dan lokal yang bersinergi untuk menyikapi lingkungan global dalam rangka multi reformasi terutama dalam bidang pemerintahan berupa KKN, kultur birokrasi feodal, gaya

kepemimpinan otoriter, kualitas sistem, struktur dan perilaku birokrasi yang disfungsional, rendahnya kualitas pengetahuan dan keterampilan birokrasi (profesional dan kinerjanya). Tantangan birokrasi pemerintahan tersebut, berdampak tumbuh suburnya “patologi birokrasi” yang membutuhkan penguatan dan pengembangan kapasitas birokrasi pemerintahan “capacity government bureaucracy” dalam menjalankan fungsi pemerintahan atas dasar nilai dan etika, struktur dan kultur birokrasi yang berbasis kinerja atas dasar kompetensi, profesionalisme dan proporsional.

Pemerintahan suatu negara merupakan manifestasi dari hubungan negara dengan manusia untuk  penyelenggarakan kepemerintahan atau “governance” dalam parameter (tujuan, sistem, domain/sektor, prinsip, fungsi dan kewenangan) bagi kepentingan masyarakat. Di dalamnya mencakup hubungan sektor pemerintah, swasta dan rakyat atau masyarakat bersifat interdependensi, sehingga dalam pendekatan sistem pemerintahan bahwa kepemerintahan membangun atas dasar kebijakan dan pelayanan publik serta civil dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat menjadi esensi dasar yang fundamental pemerintahan. Dalam implementasi pemerintahan negara terdapat berbagai fenomena baik yang bersumber pada birokrasi pemerintahan selaku penyelenggara negara maupun yang bersumber dari rakyat atau masyarakat selaku pemberi mandat maupun memperoleh pelayanan.

Fenomena abad 21 menuntut perlunya reformasi administrasi publik, terutama yang menyangkut perubahan manusia selaku penyelenggara pemerintahan negara dan pelayanan publik maupun manusia Warga Negara yang memberi mandat kepada penyelenggara negara maupun memperoleh layanan.

Dalam era reformasi pemerintahan menuju pemerintahan yang demokratis sebagai pembaharuan administrasi public atau reformasi birokrasi, dihadapkan dengan kendala yang bersumber pada birokrasi politik dan pemerintahan yang berdampak pada fenomena penyelenggaraan pemerintahan yang belum berorientasi pada agent of social dalam proses kebijakan publik dan pelayanan publik yang berfokus pada kepentingan publik. Dalam berbagai forum Media informasi TV dan Koran, forum diskusi ilmiah di kampus dan pembicaraan LSM dan lain-lain dapat disaksikan, membaca dan melihat retorika berbagai problematik kasus korupsi, kolusi dan nepotisme dalam bidang politik, hukum, ekonomi dan pemerintahan oleh oknum anggota DPR, Kepala Daerah dan DPRD dan kasus terbaru terkait di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan lain sebagainya. Fenomena ini mempunyai relevansi dengan gejala nilai, etika dan moral penyelenggara pemerintahan sebagai manifestasi “penyakit birokrasi patologis” dan berkenaan erat perilaku birokrasi pemerintahan.

 

Proyeksi Birokrasi di Masa Depan

Dalam rangka mewujudkan birokrasi yang ideal untuk masa depan bangsa memang bukan hal yang mudah. Diakui akan menemui banyak kendala baik kendala politis, teknis, dan berkaitan dengan sumber daya yang ada di dalam menyusun tujuan dan platform yang realistis berdasar pada kelemahan dan

kelebihan bangsa Indonesia sendiri. DiMaggio dan Powel, mengemukakan ada tiga cara yang menghasilkan perubahan dalam organisasi yaitu 1) coercive isomorphic; 2) mimetic isomorphic; dan 3) normative isomorphic.

Proses coercive isomorphic adalah perubahan dengan kekerasan, yaitu perubahan ini dilakukan melalui tekanantekanan yang kuat dari organisasi-organisasi di luar birokrasi. Tapi perubahan ini sangat sulit dilakukan melihat komponen organisasi di luar birokrasi yang masih lemah. Proses mimetic isomorphic adalah perubahan yang dilakukan berdasar pada hasil dari kecerdasan eksponen organisasi untuk merespon ketidakpastian dan keterbatasan. Proses normative isomorphic adalah perubahan yang dilakukan yang berhubungan dengan proses profesionalisme yaitu pendidikan dan pelatihan-pelatihan.

Ketika teknologi dan fasilitas yang dimiliki buruk, tujuan negara tidak jelas, anggaran tidak pasti, dan karir pegawai tidak terstruktur, maka suatu organisasi biasanya akan berbuat sesuatu untuk mengatasi keadaan yang menimpanya itu. Perubahan inipun masih sulit dilakukan karena semangat juang dan motivasi birokrat telah dikebiri.

 

Proyeksi birokrasi untuk masa depan memang sulit untuk dilakukan, tapi paling tidak ada langkah-langkah yang harus dilakukan yaitu:

1.    Perubahan tujuan dan prioritas.

Pada ranah ini kata kuncinya adalah “apa fungsi dan tugas” birokrasi yang kita bentuk perubahan ini bisa dilakukan dengan mengubah sistem pendidikan birokrasi yang dari awalnya berisi mengenai stabilitas, ketertiban, dan keamanan, dirubah dengan materi keinovasian, wawasan global, kompetisi, dan pengembangan sosial politik.

2.    Perubahan melalui penyesuaian dalam hukum dan manajemen organisasi.

Pada ranah ini yang  dipentingkan adalah perubahan tata aturan hukum bagi kinerja birokrasi. Dari yang awalnya ada aturan hukum yang sudah usang (tidak sesuai dengan kaidah-kaidah birokrasi modern), maka peraturan itu harus dirubah. Demikian juga manajemen organisasinya. Keduanya harus disesuaikan dengan tuntutan jaman. Transisi dalam standar normatif. Standar normatif yang awalnya berupa netralitas, dedikasi,kesamaan, dan keterwakilan, dirubah menjadi kompetitif, produktif, efisiensi, pelayanan prima, kewirausahaan, berorientasi pada pelanggan, dan keuntungan Perubahan dalam sikap dan fokus perhatian organisasi.

Berdasar pada semua perubahan-perubahan yang telah dilakukan diatas, maka akhirnya perubahan itu juga menyangkut tentang perubahan sikap dan fokus perhatian dari organisasi. Modernisasi sarana dan infrastruktur birokrasi. Saat ini dunia sedang mengalami gelombang ketiga industrialisasi sehingga arus informasi dan perubahan teknologi berlangsung sangat cepat. Situasi ini jelas harus direspon oleh organisasi birokrasi agar pelayanan yang diberikan tidak ketinggalan jaman dan match dengan kebutuhan masyarakatnya. Sejalan dengan hal tersebut penerapan e-government atau electronic government (kepemerintahan berdasar IT/Information Technology) menjadi suatu keharusan bagi negara yang ingin memperbaiki fungsi pelayanan publiknya. Sedikit banyak ia harus berani berinovasi dalam manajemen pelayanan dan peningkatan mutu pelayanan publiknya. Terdapat kutipan yang menyatakan “tidak akan ada perbaikan mutu pelayanan publik tanpa ada inovasi. Tidak ada inovasi tanpa aplikasi IT dalam birokrasi. Dengan kata lain, tidak ada pelayanan yang baik tanpa e-government.

 

Bandung,   Juli 2022

 

 

 


Komentar