Konsep Desa Mandiri

 



by budy hermawan
widyaiswara BPSDM Jabar

         Desa merupakan suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil perpaduan tersebut sebagai wujud atau ketampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis (fisis), sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang saling berinteraksi di antara unsur tersebut, serta hubungannya dengan daerah[1]daerah lain. Menurut Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa .Pasal 1 ayat (1) menyatakan, bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dukungan dalam mewujudkan visi Undang-Undang Desa adalah dengan mengembangkan masyarakat Indonesia yang mandiri dan berkepribadian. Pembaruan Desa merupakan keniscayaan yang harus ditempuh melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 beserta peraturan perundangan turunannya.

Guna mendukung pelaksanaan manajemen pembangunan daerah, mutlak dilakukan peningkatan kapasitas aparat pemerintahan daerah serta organisasi civil society agar dapat mengambil peranan yang tepat dalam interaksi demokratis serta proses pembangunan secara komprehensif.

Pembangunan pada era desentralisasi ini harus lebih memiliki dimensi peningkatan sumber daya manusia sehingga dapat memberikan pelayanan yang tepat kepada masyarakat dan mampu mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan. Peran serta masyarakat secara langsung sangat diperlukan dan perlu terus diperkuat serta diperluas. Istilah partisipasi bukan sekadar retorika semata, tetapi diaktualisasikan secara nyata dalam berbagai kegiatan dan pengambilan kebijakan pembangunan. Keberhasilan pemerintahan dalam jangka panjang tidak hanya bergantung pada kepuasan masyarakat atas pelayanan yang diberikan, tetapi juga atas ketertarikan, keikutsertaan, dan dukungan dari masyarakatnya. Demokrasi yang sehat tergantung pada bagaimana masyarakat mendapatkan informasi yang baik dan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Dewasa ini dalam membangun desa, harus lebih mengedepankan pada partisipasi masyarakat. Pemberian kesempatan bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi merupakan salah satu komponen untuk mencapai pembangunan yang intensif.

 

Konsep Pembangunan Desa

Siagian (2005: 108), menjelaskan bahwa pembangunan desa adalah keseluruhan proses rangkaian usaha-usaha yang dilakukan dalam lingkungan desa dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat desa serta memperbesar kesejahteraan dalam desa  Pembangunan desa dengan berbagai masalahnya merupakan pembangunan yang berlangsung menyentuh kepentingan bersama.

Kartasasmita (2001:66), mengatakan bahwa hakekat pembangunan nasional adalah manusia itu sendiri yang merupakan titik pusat dari segala upaya pembangunan dan yang akan dibangun adalah kemampuan dan kekuatannya sebagai pelaksana dan yang akan dibangun adalah kemampuan dan kekuatannya sebagai pelaksana dan penggerak pembangunan.

Pada hakekatnya pembangunan desa dilakukan oleh masyarakat bersama-sama pemerintah terutama dalam memberikan bimbingan, pengarahan, bantuan pembinaan, dan pengawasan agar dapat ditingkatkan kemampuan masyarakat dalam usaha menaikan taraf hidup dan kesejahteraannya.

Adapun tujuan pembangunan desa, adalah:

(1)  Meningkatkan pelayanan dalam hal pertanahan serta memproses masalah-masalah pertanahan dalam batas-batas kewenangan kabupaten;

(2)  Pemantapan pengelolaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang untuk menciptakan lingkungan kehidupan yang efisien, efektif, dan berkelanjutan;

(3)  Peningkatan kualitas pemukiman yang aman, nyaman, dan sehat;

(4)  Meningkatnya prasarana wilayah pada daerah tertinggal, terpencil, dan daerah perbatasan;

(5)  Meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan di daerah dan  wilayah;

(6)  Meningkatkan ekonomi wilayah untuk kesejahteraan masyarakat serta menanggulangi kesenjangan antar wilayah; dan

(7)  Pembangunan perdesaan

 

Konsep Desa Mandiri

Desa mandiri adalah desa yang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa tergantung dari bantuan pemerintah. Beberapa faktor yang mempengaruhi suatu desa menuju desa mandiri, adalah potensi sumber daya manusia, potensi sumber daya alam, potensi pembeli (pasar), kelembagaan, dan budaya lokal.

Konsep desa mandiri adalah pola pengembangan pedesaan berbasis konsep terintegrasi mulai dari subsistem input, subsistem produksi primer, subsistem pengolahan hasil, subsistem pemasaran, dan subsistem layanan dukungan (supporting system). Pengembangan yang akan dilakukan pada desa mandiri, adalah pengembangan potensi ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup di desa, pengembangan kemandirian berusaha dan kewirausahaan di desa, pengembangan kualitas SDM dan penguatan kelembagaan masyarakat desa, serta pengembangan jejaring dan kemitraan. Manfaat dari desa yang telah mandiri, adalah berkembangnya potensi desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayahnya melalui penciptaan lapangan kerja, meningkatnya kegiatan usaha ekonomi dan budaya berbasis kearifan lokal di desa, meningkatnya kemandirian desa dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, serta menurunnya disparitas pembangunan wilayah antara desa dengan kota

 

Davis (Ndraha, 1987: 37), mengartikan partisipasi sebagai suatu dorongan mental dan emosional yang menggerakkan mereka untuk bersama sama mencapai tujuan dan bersamasama bertanggung jawab. Nelson (Bryant & White, 1982: 206), menyebutkan 2 (dua) macam partisipasi, yaitu partisipasi antara sesama warga atau anggota suatu perkumpulan yang dinamakan partisipasi horizontal dan partisipasi yang dilakukan oleh bawahan dengan atasan, antara klien dengan patron, atau antara masyarakat sebagai suatu keseluruhan dengan pemerintah yang diberi nama partisipasi vertikal.

Cohen dan Uphoff (1977: 3), menyatakan bahwa partisipasi dapat merupakan keluaran pembangunan dan juga merupakan masukannya, sebab jika masyarakat yang bersangkutan tidak diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan suatu proyek di desanya, maka proyek itu pada hakekatnya bukanlah proyek pembangunan desa.

Berbicara tentang partisipasi masyarakat dalam pembangunan, orang akan menemukan rumusan pengertian yang cukup bervariasi, sejalan dengan luasnya lingkup penggunaan konsep tersebut dalam wacana pembangunan.

Mikkelsen (1999) dikutip Soetomo (2013: 473) misalnya, menginvestasikan adanya enam tafsiran dan makna yang berbeda tentang partisipasi, yaitu:

(1)  Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam  pengambilan keputusan;

(2)  Partisipasi adalah usaha membuat masyarakat semakin peka dalam meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan dalam menanggapi proyek-proyek pembangunan;

(3)  Partisipasi adalah proses aktif yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasan untuk melakukan hal itu;

(4)  Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf dalam melakukan persiapan, pelaksanaan, dan monitoring proyek, agar memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial; dan

(5)  Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungan

mereka.

Konsep Desa mandiri dapat pula ditinjau dari partisipasi masyarakat sebagai berikut

(1) Partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan;

(2) Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan;

(3) Partisipasi masyarakat dalam menciptakan lapangan kerja; dan

(4) Partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kegiatan usaha ekonomi

 

 

 

Bandung, 30 Juli 2023

 


Komentar