Menjaga Eksistensi Diri seorang Widyaiswara melalui Pengembangan Kompetensi
by budy hermawan
Dalam
rangka mewujudkan pemerintahan berkelas dunia (World Class Government) tahun
2025, ASN dituntut memiliki wawasan global, memiliki kompetensi dan integritas
yang tinggi. Sebagai pelaksana dan penyelenggara pelayanan publik, tentu
kualitas aparatur pemerintahan merupakan salah satu faktor kunci yang sangat
mempengaruhi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2023 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017
tentang Manajemen PNS menyatakan bahwa ASN merupakan bagian penting dari upaya
pemerintah dalam melaksanakan reformasi birokrasi. ASN yang profesional,
berintegritas tinggi, dan mempunyai kompetensi merupakan satu kesatuan pilar
penopang terwujudnya pemerintahan berkelas dunia.
Mengapa
Widyaiswara harus selalu mengembangkan kompetensinya?
Sudah
menjadi suatu keharusan bagi seorang pelatih yang notabene adalah Widyaiswara,
untuk meng-update-dirinya agar mampu menjalankan profesinya, dengan tidak
semata-mata bermodalkan dirinya dengan keilmuan yang diperolehnya selama
menjalani Pendidikan formal atau pelatihan tambahan yang diperolehnya sewaktu
akan menjadi seorang widyaiwara. Kompetensi seorang pelatih sangat menentukan
keberhasilannya dalam mengantarkan peserta latihnya untuk memperoleh kompetensi
yang harus dikuasai untuk setiap materi yang diampunya. Mengingat hal tersebut,
tentunya seorang Widyaiswara merupakan seorang ASN yang harus memiliki
kemampuan yang handal karena tugas mengampu materi tidak hanya sekedar
menyampaikan materi layaknya sebagai sebuah bentuk sosialisasi informasi semata,
namun memastikan kemampuan yang akan dipindahkan (transfer) benar-benar pindah
kepada peserta latihnya.
Widyaiswara
dituntut untuk mempunyai kemampuan dalam mengorganisir dinamika kelas.
Kompetensi ini akan lebih banyak terlihat ketika dirinya menghadapi suasana
pembelajaran yang penuh dengan dinamika yang bisa diprediksi dan juga tidak
bisa diprediksi. Perpaduan antara kemampuan dan pengalaman akan menjadi modal
utama dalam menghadapi situasi dalam proses pembelajaran dengan berbagai
karakteristik peserta latih yang berbeda untuk setiap kelas pada setiap
pelatihan.
Tantangan
lain dari seorang Widyaiswara adalah menjadi pelatih yang dihormati (respecting
trainer). Pelatih yang bisa mendapatkan penghormatan diri, yaitu pelatih yang
tidak hanya punya kemampuan teknis yang handal tetapi juga memiliki karakter
dan kepribadian yang dapat menjadi panutan bagi peserta latihnya. Pelatih harus
memiliki filosofi kepelatihannya yang berisi aspek-aspek kepribadian yang
mendasari semua tindakan dalam melakukan tugasnya sebagai seorang pelatih
(Widyaiswara). Agar menjadi widyaiswara yang dihargai orang lain, maka seorang
Widyaiswara harus memiliki 3 (tiga) aspek penting berikut ini:
1)
pengetahuan (knowledge),
2)
pengalaman (experience),
3)
karakter (character).
Pengetahuan
yang harus dimiliki seorang Widyaiswara ibarat dua mata panah yang harus
runcing di kedua sisinya, baik itu berupa pengetahuan teknis substansi maupun
pengetahuan tentang metodologi melatihnya.
“Pengalaman
adalah guru terbaik” merupakan pepatah yang hingga saat ini masih relevan.
Pengalaman diri sendiri dan orang lain akan memberikan sebuah pengayaan melalui
best practice dan lessont learnt atau mengalami benar dan salah yang akhirnya
akan membawa seorang Widyaiswara menemukan filosofi kepelatihannya sendiri,
yang secara otomatis akan mempertemukannya dengan strategi andalannya dalam
melatih. Kemampuan yang diperoleh Widyaiswara dalam mengatasi berbagai masalah
teknis dan non teknis selama melaksanakan tugas melatih itulah yang dinamakan
the art of training.
Karakter,
mengandung arti menyadari sepenuhnya bahwa di dalam dunia kewidyaiswaraan
selalu ada unsur yang mengandung nilai positif yang harus selalu diketengahkan
dan otomatis akan membentuk kepribadian yang kuat dalam melakukan pembelajaran.
Mengerti akan karakteristik kelompok peserta akan membantu banyak dalam
menghadapi peserta selama proses pembelajaran. Kepribadian seorang Widyaiswara
dapat membentuk kepribadian peserta latihnya melalui ucapan, perbuatan dan
ketulusan hatinya.
Bagi
Widyaiswara, sejumlah cara kreatif dalam mengajar perlu dirancang. Hal tersebut
penting karena cara mengajar, erat kaitannya dengan hasil pembelajaran. Dengan
kata lain, para trainer selalu ditantang untuk mampu berpikir kreatif dalam
menyusun skenario dan metode mengajar. Tujuannya jelas, mereka harus mampu
membuat peserta (audiens) dapat menangkap materi yang disampaikan secara
maksimal.
8
(delapan) etos guru yang sejalan dengan uraian di atas tentang adanya karakter
yang harus dimiliki oleh Widyaiswara yang dipraktikkan melalui gerakan asosiasi
untuk memudahkan peserta mengingat 8 etos tersebut. Berikut adalah 8 etos
keguruan dimaksud:
1. Karena
mengajar adalah rahmat, aku mengajar dengan ikhlas, penuh syukur
2. Karena
mengajar adalah amanah, aku mengajar dengan benar penuh tanggung jawab
3. Karena
mengajar adalah panggilan, aku mengajar dengan tuntas penuh integritas
4. Karena
mengajar adalah aktualisasi diri, aku mengajar dengan serius dan penuh semangat
5. Karena
mengajar adalah ibadah, aku mengajar dengan cinta, penuh dedikasi
6. Karena
mengajar adalah seni, aku mengajar dengan cerdas penuh kreatifitas
7. Karena
mengajar adalah kehormatan, aku mengajar dengan tekun penuh keunggulan
8. Karena
mengajar adalah pelayanan, aku mengajar sebaik-baiknya penuh kerendahan hati
Jakarta,
21 Februari 2024
Komentar
Posting Komentar