KEPEMIMPINAN
SUNDA DI ERA MODERN: KONSEP, TEORI, DAN STUDI KASUS
Budy Hermawan
Kepemimpinan Sunda di era modern tetap berakar pada nilai-nilai budaya lokal yang kuat tetapi beradaptasi dengan tantangan zaman. Kepemimpinan ini mempertahankan nilai tradisional seperti Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh, serta karakter Cageur, Bageur, Bener, Pinter, namun juga mengakomodasi prinsip-prinsip kepemimpinan modern seperti demokrasi, profesionalisme, dan teknologi.
1.
Konsep Kepemimpinan Sunda di Era Modern
Konsep
kepemimpinan Sunda modern berlandaskan pada harmoni antara nilai-nilai
tradisional dan prinsip kepemimpinan modern. Konsep ini dapat dijelaskan dalam
beberapa aspek utama:
a.
Kepemimpinan Berbasis Nilai Kearifan Lokal
Kepemimpinan
Sunda tetap berakar pada prinsip-prinsip budaya, seperti:
a) Nyantri
→ Pemimpin harus memiliki integritas moral dan spiritual yang kuat.
b) Nyunda
→ Mempertahankan nilai-nilai budaya Sunda seperti musyawarah, gotong royong,
dan kesopanan.
c) Nyakola
→ Memiliki wawasan luas dan terus belajar.
d) Nyantika
→ Profesional dalam menjalankan tugas.
e) Nyatria
→ Berani, tegas, dan bertanggung jawab.
b.
Kepemimpinan Adaptif dan Responsif
a) Pemimpin
Sunda harus mampu beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa kehilangan jati
diri.
b) Menyelaraskan
kebijakan dengan perkembangan teknologi dan tuntutan masyarakat modern.
c.
Kepemimpinan Partisipatif dan Demokratis
a) Pemimpin
Sunda lebih mengutamakan musyawarah dibandingkan dengan keputusan sepihak.
b) Prinsip
Sabilulungan (bekerja sama dalam kebersamaan) tetap dipegang teguh dalam
mengambil kebijakan.
d.
Kepemimpinan Berorientasi Pelayanan (Servant Leadership)
a) Pemimpin
Sunda bukan hanya memerintah tetapi melayani dan mengayomi rakyat.
b) Filosofi
kepemimpinan ini sejalan dengan nilai Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh, yaitu
kepemimpinan yang membimbing, mendidik, dan merawat masyarakat.
2.
Teori Kepemimpinan Sunda di Era Modern
a.
Teori Kepemimpinan Transformasional
Menurut
James MacGregor Burns (1978), pemimpin transformasional adalah pemimpin yang
menginspirasi perubahan sosial dan meningkatkan moral serta motivasi
pengikutnya. Dalam konteks Sunda, teori ini tercermin dalam kepemimpinan yang
berbasis kearifan lokal namun inovatif dalam menghadapi tantangan zaman
.Contoh
Aplikasi dalam Kepemimpinan Sunda:
1) Dedi
Mulyadi sebagai Gubernur Jawa Barat mengembangkan konsep pembangunan
partisipatif dengan mendengarkan aspirasi masyarakat melalui media sosial.
2) Djuanda
Kartawidjaja sebagai Perdana Menteri Indonesia (1957-1959) merancang Deklarasi
Djuanda, yang memperluas batas maritim Indonesia.
b.
Teori Kepemimpinan Servant Leadership
Konsep
Robert K. Greenleaf (1970) tentang Servant Leadership berfokus pada pemimpin
yang melayani, bukan sekadar memimpin. Ini selaras dengan konsep Sunda ngayomi
(melindungi) dan ngabakti (mengabdi)
.Contoh
Aplikasi dalam Kepemimpinan Sunda:
1) Otto
Iskandardinata, dengan julukannya Si Jalak Harupat, dikenal sebagai pemimpin
yang berani membela rakyat dan mengutamakan keadilan sosial.
2) Raden
Dewi Sartika sebagai tokoh pendidikan Sunda, mengutamakan pelayanan terhadap
pendidikan perempuan.
c.
Teori Kepemimpinan Berbasis Budaya (Cultural Leadership Theory)
Menurut
Hofstede (1991), budaya sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan. Dalam konteks
Sunda, kepemimpinan berbasis budaya mengutamakan:
1) Keselarasan
dengan alam dan masyarakat → Prinsip Tri Tangtu di Buana (keselarasan antara
pemimpin, cendekiawan, dan rakyat).
2) Kepemimpinan
berbasis moralitas → Seorang pemimpin harus memiliki cageur (sehat), bageur
(baik), bener (jujur), dan pinter (cerdas).
3) Pemimpin
sebagai teladan → Seorang pemimpin harus memiliki karakter yang bisa dicontoh
oleh masyarakat.
Contoh
Aplikasi dalam Kepemimpinan Sunda:
1) Ahmad
Heryawan (Gubernur Jawa Barat 2008-2018) yang mengembangkan kebijakan berbasis
kearifan lokal dalam pendidikan dan ekonomi.
2) KH.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur), meskipun tidak berasal dari Sunda, tetapi
menerapkan prinsip kepemimpinan berbasis budaya yang selaras dengan nilai-nilai
Sunda.
3.
Studi Kasus: Pemimpin Sunda Berpengaruh Setelah Indonesia Merdeka
a.
Djuanda Kartawidjaja (1911-1963) – Perdana Menteri RI ke-10
Peran:
Mencetuskan Deklarasi Djuanda yang menetapkan batas maritim Indonesia.
Karakter
Sunda: Tegas (teger), bijaksana (bener), dan visioner (pinter).
b.
Otto Iskandardinata (1897-1945) – Pejuang Kemerdekaan
Peran:
Salah satu perumus kemerdekaan dan Menteri Negara dalam kabinet pertama RI.
Karakter
Sunda: Berani (wanter), kuat (cangker), dan setia pada rakyat (pangger).
c.
Dedi Mulyadi – Gubernur Jawa Barat
Peran:
Pemimpin yang menggabungkan modernitas dengan nilai budaya lokal.
Karakter
Sunda: Adaptif (singer), inovatif (pinter), dan melayani rakyat (nyantika).
d.
Raden Dewi Sartika (1884-1947) – Tokoh Pendidikan Perempuan
Peran:
Mendirikan sekolah khusus untuk perempuan di Jawa Barat.
Karakter
Sunda: Peduli (bageur), cerdas (pinter), dan teguh (pangger).
4.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan
Kepemimpinan
Sunda di era modern tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional tetapi juga
beradaptasi dengan tantangan zaman. Konsep kepemimpinan Sunda berorientasi pada
kearifan lokal, kepemimpinan partisipatif, dan kepemimpinan berbasis pelayanan.
Teori yang relevan dengan kepemimpinan Sunda modern adalah Transformational
Leadership, Servant Leadership, dan Cultural Leadership Theory. Studi kasus
pemimpin Sunda modern menunjukkan bahwa karakter kepemimpinan Sunda dapat
diterapkan dalam berbagai bidang seperti politik, bisnis, dan pendidikan.
Rekomendasi
1. Pendidikan
karakter Sunda perlu diperkuat dalam kurikulum untuk membentuk pemimpin masa
depan yang berbasis budaya.
2. Pemerintah
daerah perlu mengembangkan kebijakan berbasis nilai-nilai kearifan lokal agar
kepemimpinan Sunda tetap relevan.
3. Pemimpin
Sunda modern harus lebih adaptif dengan teknologi tanpa meninggalkan nilai
budaya.
4. Dengan
menerapkan nilai-nilai kepemimpinan Sunda dalam konteks modern, diharapkan akan
lahir lebih banyak pemimpin yang berintegritas dan membawa kemajuan bagi
masyarakat.
Komentar
Posting Komentar