Catatan Kegiatan Pelatihan PBJ

 Catatan Kegiatan Pelatihan PBJ

 

Pagi ini , rabu 23 Juli 2025 suasana pelatihan terasa lebih fokus dan serius dari hari-hari sebelumnya. Tepat pukul 08.05 WIB, kegiatan dimulai. Sebanyak 27 peserta ASN duduk rapi, membuka laptop, mengeluarkan catatan, dan menatap layar dengan penuh harap—mereka tahu, ujian sertifikasi dari LSP akan dilaksanakan besok, Kamis, 24 Juli 2025.

Materi pertama yang disampaikan adalah Mengelola Kontrak PBJ Level 1. Saya membuka sesi dengan perkenalan biodata saya secara singkat serta berdialog ringan dengan para peserta sambil membaca nama2 yg tercantum dalam daftar hadir pelatihan.

Setelah cukup berdialog ringan dengan para peserta, saya melanjutkan materi tentang pemetaan jenis-jenis kontrak dan bagaimana pengelolaannya di lapangan. Diskusi mulai menarik ketika masuk ke pembahasan pengendalian pelaksanaan kontrak.

Fajar Tri Kuncoro dari Dinas PU dan Tata Ruang Kabupaten Lumajang mengangkat tangan dan bertanya,

“Kami sering mengalami kendala dalam evaluasi progres fisik rekanan. Kapan tepatnya kontrak bisa diputus?”

Diskusi melebar ke aspek termin pembayaran, klausul penalti, dan peran PPK dalam monitoring.

Astuti Ganiah dari BLUD RSU Kota Banjar menambahkan,

“Kami pernah menghadapi penyedia yang lambat pasok barang karena alasan klasik: stok kosong di distributor. Bisa gak kita black list?”

Pertanyaan ini mengundang pembahasan tentang dasar hukum pemutusan kontrak dan syarat administrasi masuk daftar hitam. Suasana kelas hidup, peserta tak hanya mendengar tapi saling menanggapi, dan yang paling penting—berani bertanya.

Tepat pukul 10.00 WIB, peserta diberikan waktu istirahat hingga pukul 10.15 WIB. Beberapa menyeruput kopi, yang lain saling berbagi cerita pengalaman pengadaan di instansi masing-masing.

Sesi kedua dimulai dengan materi Swakelola Level 1. Fasilitator menjelaskan secara runut perbedaan Swakelola Tipe I, II, III, dan IV, mulai dari aktor pelaksana hingga bentuk pertanggungjawaban.

Ervin Aulia dari Dinas Pendidikan Kab Purwakarta tampak antusias,

“Kami ingin melakukan pelatihan guru secara swakelola, tapi bingung bedanya tipe I dan tipe II. Apa ada risikonya salah menentukan tipe?”

Pertanyaan itu menjadi pintu diskusi penting tentang justifikasi pemilihan tipe swakelola. Penjelasan disampaikan dengan contoh riil: pelatihan guru oleh perangkat daerah (Tipe I) versus oleh organisasi masyarakat (Tipe III).

Memasuki sesi siang, materi Manajemen Rantai Pasok menjadi tantangan tersendiri karena sifatnya relatif baru bagi sebagian besar peserta. Topik ini mengajak peserta berpikir dari hulu ke hilir: dari perencanaan kebutuhan hingga barang/jasa benar-benar sampai ke tangan pengguna.

R. Siti Nia Redha Chamisyah dari RSUD Dr. Soeselo Kab. Tegal menyampaikan,

“Kendalanya sering di logistik, bukan di penyedianya. Ada gak tools atau aplikasi yang bisa bantu tracking?”

Fasilitator merespons dengan membahas peran e-logistik dan sistem pelaporan berbasis SPSE serta teknologi pelacak berbasis vendor. Beberapa peserta terlihat mengangguk-angguk, seperti mendapatkan pencerahan baru.

 Sesi terakhir adalah latihan soal try-out menggunakan aplikasi Quizz. Tiga paket soal disediakan untuk diselesaikan mandiri. Suasana menjadi hening. Semua peserta terlihat fokus. Beberapa tampak mencoret-coret di kertas, yang lain memelototi laptop sambil menghitung waktu.

Sarimah Aji Murdani dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal sempat berkata,

“Saya salah pilih jawaban karena terlalu cepat menyimpulkan. Untungnya bisa dibahas bareng fasilitator.”

Nilai try-out cukup menggembirakan. Rata-rata peserta mencetak skor antara 75–85, bahkan ada yang menyentuh angka 100. Ini jadi sinyal positif menjelang ujian esok.

Tak hanya soal pengetahuan, sesi hari ini membuktikan pentingnya kolaborasi antarpeserta. Beberapa mulai bertukar nomor WhatsApp, menyusun grup kecil belajar daring, bahkan saling berbagi dokumen SOP pengadaan.

Sebagai fasilitator dari LPKN, saya melihat jelas bahwa peserta hari ini bukan hanya hadir secara fisik, tapi juga hadir secara pikiran. Mereka berpikir kritis, aktif berdiskusi, dan menunjukkan semangat ASN pembelajar.

Sebelum sesi ditutup, Saya  mengajak peserta untuk membahas strategi mengerjakan soal ujian PBJ Level 1 yang akan mereka hadapi keesokan hari.

“Baik, Bapak dan Ibu. Saya tahu sebagian dari kita mungkin mulai tegang. Tapi ingat, kunci dari ujian besok bukan pada hafalan, tapi pemahaman,” buka saya sembari tersenyum.

Beberapa peserta langsung mengeluarkan pulpen dan membuka kembali kertas soal try-out tadi.

“Pertama, baca soal sampai tuntas. Jangan terjebak hanya di kalimat pertama,” lanjut Saya.

Ulung Resmahli mengangkat tangan, “Pak, kadang saya terburu-buru karena kalimat pertama sudah terasa familiar.”

“Nah itu dia. Familiar bukan berarti benar. Banyak soal jebakan yang menyisipkan kata kunci di akhir kalimat,” jelas Pak Budi.

“Kalau soal studi kasus, apa cukup dibaca sekali, Pak?” tanya Salfiyem dari Dinkes Tegal.

“Kalau kasus, minimal dibaca dua kali. Sekali untuk paham konteks, kedua untuk melihat konflik atau masalah utama,” jawab Pak Budi sambil menunjuk salah satu soal di layar.

Lalu beliau menyarankan teknik eliminasi.

“Dari empat opsi jawaban, biasanya satu sangat jelas salah, satu menjebak, dan dua cukup masuk akal. Coret yang salah dulu.”

Martinus Agapa ; satu2nya peserta dari Papua Tengah mencoba, “Pak, yang ini saya kira jawabannya C, ternyata justru D.”

“Itu karena pilihan D mengandung frasa ‘dapat dilakukan jika terdapat justifikasi kebutuhan’, padahal itu justru kunci utamanya,” kata Pak Budi.

Beliau lanjut menjelaskan perbedaan soal pengadaan langsung dan penunjukan langsung.

“Seringkali peserta keliru karena lupa membedakan antara ‘nilai’ dan ‘kondisi’. Pengadaan langsung karena nilai, penunjukan langsung karena alasan teknis atau darurat.”

“Kalau ada soal yang kita nggak tahu, langsung dilewati aja ya Pak?” tanya Sarimah Aji Murdani.

“Betul. Jangan buang waktu lebih dari dua menit untuk satu soal. Tandai dulu, lanjutkan ke soal berikutnya. Waktu sangat menentukan.”

Saya juga mengingatkan untuk memperhatikan kata-kata seperti “kecuali”, “paling lambat”, “dilakukan oleh”, dan “harus”.

“Kadang satu kata bisa membalik makna seluruh soal. Jangan terjebak pilihan yang kelihatannya benar tapi tidak sesuai aturan.”

Warih Setiani dari Dinkes Banjarnegara nyeletuk, “Pak, soal yang ada kata ‘PPK’ dan ‘PA’ itu kadang bikin puyeng.”

“Makanya, selalu pegang prinsip siapa yang punya kewenangan dan siapa yang menandatangani. Kalau ragu, ingat: PA strategis, PPK teknis,” jawab Pak Budi sambil tersenyum.

Beberapa peserta mengangguk pelan, sambil mencoret poin-poin penting di buku catatan mereka.

Kemudian  Saya mengajak peserta mencoba satu soal jebakan.

“Soal: Siapa yang bertanggung jawab melakukan evaluasi teknis dalam metode tender cepat?”

Titi Arfiestyani menjawab cepat, “Pokja Pemilihan!”

“Benar. Tapi banyak peserta ujian yang memilih PPK karena terbiasa di metode tender biasa. Ini jebakan umum,” jelas saya.

“Intinya, jangan panik. Jangan menebak pakai perasaan. Baca, pahami, baru pilih.”

Sebelum menutup sesi, Pak Budi menyimpulkan lima strategi kunci:

  1. Baca soal dengan tenang dan tuntas.
  2. Gunakan teknik eliminasi jawaban.
  3. Tandai soal yang dirasa sulit, kembali nanti.
  4. Waspadai kata kunci penentu.
  5. Jangan mengandalkan hafalan, tapi logika aturan.

“Besok bukan hanya soal kelulusan, tapi juga tentang cara kita menghargai proses belajar. Selamat malam, selamat belajar. Jangan begadang, apalagi sampai belajar sambil ngopi lima gelas,” ujarnya disambut tawa peserta.

Suasana santai, namun penuh semangat.

 

Selamat Berjuang

 

Komentar